Perploncoan Dan Senioritas A la Iblis

Pagi itu dua orang remaja putri berpakaian atasan putih dan bawahan biru terlihat bercakap-cakap di tepi jalan. Di lihat dari pakaiannya (putih - biru) kelihatannya mereka siswi SLTP. Tapi ada yang tidak biasa dari penampilan mereka sebagai siswi SLTP. Masing-masing rambut mereka diikat/dikuncir dua (kanan-kiri) dengan pita berwarna-warni. Kaus kaki mereka juga tidak matching antara kanan dan kiri. Plus masing-masing juga membawa dua buah balon warna-warni. Barulah disadari bahwa mereka adalah siswi-siswi baru sebuah SLTA (atau SMK?). Dan hari itu adalah hari pertama mereka menjalani masa orientasi siswa baru. Ya, mereka sedang mengikuti ospek.

Setiap tahun ajaran/akademis baru ada sebuah tradisi yang (ternyata) masih terus dilakukan di sekolah ataupun kampus, yaitu : Ospek (orientasi dan pengenalan kampus/sekolah). Praktek Ospek yang paling umum ditemui adalah berupa perploncoan siswa/mahasiwa baru. Para anak baru itu diperintahkan untuk membawa dan atau mengenakan barang-barang aneh yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan hal-hal yang berbau intelektualisme, padahal kampus dan sekolah (seharusnya) adalah tempat pembibitan intelektual.

Setelah diperintahkan mengenakan dan atau membawa tetek bengek aneh bak badut (untuk tidak mengatakan bak orang gila), anak-anak baru itu harus mengikuti sejumlah kegiatan yang dirancang oleh para senior mereka. Misalnya mereka harus mengumpulkan tanda tangan sejumlah senior dan untuk mendapatkan tanda tangan ini mereka harus melakukan sesuatu yang telah ditentukan seperti menyanyikan nyanyian konyol tak bermakna atau gerakan tarian bodoh atau meneriakkan yel-yel tidak jelas atau melakukan apapun yang diminta oleh sang senior yang ingin diminta tanda tangannya. Selain diajarkan dan diminta untuk menyanyikan lagu konyol, tarian bodoh, dan yel-yel tidak jelas itu, para siswa/mahasiswa baru juga tak jarang dibentak-bentak dan diberikan sejumlah "hukuman" atas ketidakdisiplinan mereka. Misalnya salah dalam melakukan tarian atau tidak membawa/mengenakan benda yang telah diperintahkan. Hukuman itu bisa bermacam-macam bahkan tak jarang sesuka hati sang senior. Misalnya berjalan jongkok sekian meter sambil meneriakkan kata-kata tertentu, atau berlari mengelilingi lapangan, atau push up dan sit up sekian kali, atau bahkan dipukul (seperti yang biasa dilakukan oleh para "mahasiswa" STPDN).

Kegiatan ospek itu lebih mirip perploncoan ketimbang kegiatan untuk mempersiapkan memasuki dunia baru intelektual. Walaupun dalam rangkaian acara ospek ada juga kegiatan yang "agak ilmiah", berupa ceramah umum atau acara-acara in class dengan topik-topik tertentu. Tapi acara-acara itu lebih terasa sebagai selingan belaka dari sebuah acara inti ospek : perploncoan.

Perploncoan ini sebenarnya sebuah tradisi aneh di mana siswa/mahasiswa senior memaksa para junior untuk melihat mereka sebagai sosok yang harus disegani dan dihormati. Para senior itu memaksa para junior untuk memuliakan mereka dan melayani keinginan mereka. Para senior itu juga memaksa para junior untuk menyadari posisi kejuniorannya bahwa para junior adalah kecil, lemah, dan bodoh. Yang besar, kuat, dan pandai hanya para senior, oleh karena itulah para junior harus mengenakan dan membawa simbol-simbol atau atribut konyol dan mencerminkan kebodohan. Para senior tak jarang mempergunakan kekerasan fisik untuk menunjukkan kegagahan a la senior dan menundukkan para junior.

Sejumlah dalil dipakai untuk membenarkan tindakan ospek nyleneh ini, di antaranya bahwa hal ini adalah tradisi turun temurun dan sudah menjadi budaya dan ciri khas alma mater yang bersangkutan. Atau ospek ini adalah untuk melatih kedisplinan dan keberanian para junior. Atau kegiatan-kegiatan ini dimaksudkan agar para junior terbiasa dengan adat istiadat alma mater. Atau acara ini dimaksudkan untuk menambah keakraban dan kedekatan antara sesama junior dan juga antara senior dan junior. Dalil-dalil ini makin menguatkan kebodohan sistem perploncoan dalam program ospek. Bagaimana mungkin sebuah institusi intelektual mendiamkan dan mendukung terlaksananya sebuah praktek yang merendahkan martabat manusia dan tidak mendukung munculnya watak intelektual? Praktek ini tak lebih dari ajang balas dendam senior atas apa yang mereka alami dulu ketika diplonco waktu masih junior. Praktek ini melestarikan nilai-nilai kebodohan dan kekerasan.

Sekedar flash back, sewaktu Allah SWT memerintahkan seluruh penghuni langit (Malaikat dan Iblis) untuk sujud kepada Adam (alaihissalaam), Iblis memprotes perintah Allah SWT. Iblis merasa lebih mulia dari Adam karena Iblis diciptakan dari api sedangkan Adam diciptakan dari tanah. Tapi kesombongan senioritas Iblis ini dibantah oleh Allah SWT dan Iblis langsung diusir dari surgaNya. Tidak cukup hanya itu, Allah SWT juga menetapkan bahwa Iblis adalah musuhNya yang kelak akan menghuni neraka jahannam selamanya. Iblis pun bersumpah bahwa ia akan menggoda seluruh anak cucu keturuan Adam (alaihissalaam) agar mereka juga jauh dari Allah SWT dan kelak akan masuk neraka bersama-sama Iblis.

Asas senioritas adalah kesombongan. Merasa diri lebih baik, lebih hebat, lebih kuat, dan lebih pandai. Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain. Padahal ukuran standard yang dipakai dalam menilai kebaikan seseorang hanyalah ketaqwaannya kepada Allah SWT, di mana salah satu sifat taqwa adalah rendah hati dan siap berbagi atas kelebihan dan keutamaan yang Allah karuniakan kepada dirinya. Bukan untuk dibangga-banggakan dan disombongkan.

Asas perploncoan adalah untuk menunjukkan senioritas, melestarikan kebodohan, kekerasan dan mewarisi sifat Iblis : sombong. Perploncoan tak lebih dari sebuah praktek meniru Iblis (la'natullah 'alaihim). Perploncoan tidak membawa manfaat bagi kemajuan sebuah peradaban manusia. Oleh karena itu semua praktek perploncoan di semua institusi sangat patut untuk dihapuskan.

Sebagai solusi, berikut ini diusulkan beberapa contoh kegiatan yang bisa dipakai dalam kegiatan ospek yang manusiawi, mencerdaskan, dan mencerahkan:

1. Pelatihan Quantum Learning. Pelatihan ini akan memberikan wawasan mengenai cara belajar yang efektif dan menyenangkan. Hal ini adalah sesuatu yang sangat mendasar diperlukan oleh setiap orang agar dapat semangat dan merasa senang dalam belajar. Pembelajaran bukan lagi menjadi sebuah aktivitas yang membosankan apalagi menakutkan.

2. Pelatihan Speed Reading. Melalui pelatihan ini setiap peserta akan memiliki keterampilan untuk bisa membaca dengan cepat, efektif, dan efisien. Inti dari kegiatan belajar adalah membaca. Jika pelajar memiliki keterampilan membaca cepat, maka hal ini akan sangat membantu proses belajar. Bayangkan seorang pelajar mampu membaca dua atau tiga buah buku dalam sehari. Betapa banyak stok ilmu yang bisa disimpannya.

3. Pelatihan Menulis/Jurnalistik. Pelatihan ini akan mengasah kemampuan menulis. Keterampilan menulis (mengarang) sangat lemah di kalangan pelajar Indonesia. Padahal dengan kemampuan menulis ini akan sangat membantu mengembangkan tradisi intelektual. Juga akan membantu perkembangan kemampuan berbahasa yang baik.

4. Pelatihan Internet. Pelatihan ini akan membantu pelajar dalam membuka wawasan terhadap dunia internasional. Selain itu juga akan mengasah kemampuan untuk mendapatkan dan mengolah informasi.

5. Ceramah/kuliah umum dengan berbagai macam topik dan dengan mengundang pembicara terbaik di bidangnya. Hal ini akan memperkaya wawasan. Dengan mengundang orang-orang terbaik di bidangnya itu juga akan membiasakan pelajar untuk berinteraksi dengan tradisi ilmiah intelektual yang ditunjukkan oleh orang-orang terbaik tersebut.

6. Outbond training. Permainan ketangkasan fisik ini juga akan melatih kecerdasan fisik, membangkitkan keberanian, memunculkan kedekatan dan solidaritas dengan jalan yang benar dan aman (dibandingkan dgn hukuman dan bentakan a la plonco)

7. Aksi sosial. Hal ini baik dilakukan untuk melatih kepekaan sosial para pelajar terhadap lingkungan masyarakat sekitar, khususnya kepada para dhu'afa. Silahkan pilih : khitanan massal, pengobatan gratis, penjualan sembako murah, santunan untuk yatim, atau kerja bakti membersihkan lingkungan atau membantu korban bencana alam.

Masih banyak lagi contoh-contoh kegiatan baik lainnya yang manusiawi, bermanfaat, dan lebih menonjolkan suasana intelektual.

Dengan kegiatan ospek yang berisi aktivitas baik, mudah-mudahan akan muncul kader-kader bangsa yang bersih hatinya, cerdas pikirannya, peduli pada lingkungan sekitarnya, dan profesional dalam beramal membangun bangsa. Bangsa ini benar-benar membutuhkan sebuah generasi seperti itu untuk bisa bangkit dari keterpurukan.

Ayo bangkit bangsaku. Harapan itu masih ada.

Tomy Saleh. Kalibata. 17 Juli 2008. 12:17wib

Tidak ada komentar: