Menyikapi Pihak Lain

Pepatah itu singkat saja, "rambut sama hitam, tapi isi kepala berbeda-beda". Di ruangan yang sama, ada seribu kepala, maka akan ada pula seribu pemikiran yang berbeda. Setiap manusia Allah ciptakan berbeda. Saudara kembar sekalipun, tetap memiliki perbedaan. Setiap kita punya ciri khas masing-masing. Tidak ada manusia yang sama persis dalam semua hal. Si A dan si B boleh saja saudara kembar yang memiliki selera terhadap makanan yang sama. Tapi si A dan si B bisa berbeda dalam hal pemikiran politik, misalnya.

Perbedaan yang ada itu menjadi tantangan bagi manusia untuk dikelola dalam rangka memakmurkan kehidupan di muka bumi. Inilah salah satu fungsi manusia sebagai khalifah. Perbedaan yang akan mendatangkan rahmat dan berkah dari Allah adalah perbedaan yang di-manage sedemikian rupa sehingga bisa saling melengkapi satu sama lain dan meningkatkan kualitas kehidupan dalam rangka mengabdi kepada Allah SWT.

Adalah fitrah, jika manusia akan senang jika menemukan persamaan dengan manusia lainnya. Namun juga sangat manusiawi, jika manusia akan saling memberikan sikap atau respon atau pendapat terhadap perbedaan-perbedaan yang tampak di depan matanya. Kita tidak perlu risau atau galau terhadap sikap pihak lain terhadap kita. Barangkali point-point di bawah ini bisa menjadi bahan pertimbangan kita dalam menyikapi pihak lain:

1. Jika dikritik, terimalah!
Kritik adalah sebuah masukan. Tidak perlu repot menjawab, karena memang bukan pertanyaan yang perlu dijawab. Juga tidak usah ada klarifikasi dan upaya "menyerang" balik pihak pengkritik. Lupakan identitas siapa yang mengkritik dan apa isi hati atau motif si pengkritik. Fokus ke isi kritikannya. Cobalah untuk berbahagia bersama kritikan. Dengan itu kita bisa menjadi lebih hati-hati dan lebih baik lagi di masa yang akan datang. Berbesar hatilah untuk menampung semua kritikan dari semua pihak.

2. Jika difitnah, klarifikasi!
Fitnah adalah tuduhan palsu terhadap kita. Basis fitnah ada dua: kebodohan (ketidaktahuan akan informasi atau data yang sesungguhnya) dan kebencian. Jika mendapat fitnah, sebisa mungkin, lakukan klarifikasi secepatnya dengan cara-cara yang elegan. Jangan melakukan klarifikasi dengan basis kebencian pula. Paling afdhol jika dilengkapi dengan klarifikasi berupa sikap atau perbuatan atau akhlak. Sehingga fitnah itu menjadi batal.

3. Jika salah, luruskan!
Kesalahan adalah ketidaktepatan dengan patokan atau tolok ukur. Jika kita mengetahui patokan tersebut, maka luruskanlah kesalahan dengan sebaik mungkin. Tidak perlu menjadi bahan ejekan atau olok-olok. Tidak usah pula mencari-cari, mengada-adakan, merekayasa, mengungkit-ungkit, atau mengintai kesalahan pihak lain. Begitu tampak kesalahan, segera luruskan dengan baik-baik. Sekali lagi: tanpa dilandasi kebencian terhadap si pelaku kesalahan.

4. Jika benar, dukung dan ikuti!
Kata Nabi, hikmah adalah milik orang mukmini yang hilang; di manapun ditemukan, ambillah. Kebenaran bisa datang kapan saja, di mana saja, dan dari siapa saja. Jika nampak kebenaran di depan mata, maka dukung dan ikutilah. Tidak usah melihat siapa yang menyampaikannya. Kita yakini semata-mata kebenaran itu datangnya dari Allah SWT. Jangan pilih kasih terhadap datangnya sumber kebenaran. Misalnya walikota kota S sukses mengemban amanah dengan baik. Ia berhasil menekan angka kemiskinan dan angka korupsi. Birokrasi dan manajemen kota sangat simpel dan ramah. Nilai-nilai keadilan berhasil ditegakkan. Maka walikota seperti ini harus kita dukung, sekalipun dia dari partai yang berbeda dengan partai yang kita anut!

5. Jika diejek, diamkan!
Ejekan adalah lontaran kata-kata kasar yang mencoba menciptakan opini yang merendahkan (negatif). Basis ejekan adalah kebencian. Suatu ketika Nabi Isa AS, melewati sekelompok orang. Lalu mereka melontarkan kata-kata ejekan yang keji dan kotor. Tapi Nabi Isa AS diam belaka. Seseorang mendekatinya, "mengapa tidak engkau balas ucapan mereka?". Jawab beliau, "setiap orang mengeluarkan apa yang dimilikinya.". Para pengejek hanya memiliki kosa kata ejekan di kepalanya. Tidak ada argumentasi ilmiah yang dimiliki. Tidak ada kredibilitas intelektual. Kita patut mengasihani para pengejek-pembenci ini. Ikuti saja teladan Nabi Isa AS.

Semoga kita bisa menjadi manusia yang adil dalam menyikapi pihak lain. Allah SWT berfirman, "...berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat dengan taqwa..." (QS. Al Maidah ayat 8)

Wallahua'lam bisshowab.

TomySaleh.Kalibata.28Oktober2011.10:31WIB

Catatan Jiwa Perindu

Peluklah aku penu rindu,
seperti rembulan memeluk malam
Atau seumpama sejuk pagi menggenggam subuh
Dec 20, 2010 *posted in facebook


Jika perindu menyerahkan umurnya kepada tepian sore,
itu hanya supaya ia tetap merindu di balik selimut malam
Hidup sang perindu bagai tak berkesudahan,
tulangnya hancur dimakan tanah,
meluluh jadi debu rindu ditiup angin zaman
#CatatanSore Jul 25, 2011 *posted in facebook


Musik perindu hanyalah gesekan angin dan abu
Di situ ia titip kenangan dan asa sehelai-sehelai
Dirinya maya, tapi rindunya nyata
#CatatanSore Jul 26, 2011 *posted in facebook


Rinduku tak palsu
Walau embun sudah menguap, hatiku terdiam kaku
Pada harap dan kenangan ia terpaku
#CatatanPagi Jul 27, 2011 *posted in facebook


Sejak kapan kau merindu?
Sejak jiwaku disemayamkan di liang kenangan
#CatatanPagi Jul 30, 2011 *posted in facebook


Hingga kapan kau terus merindu?
Hingga kau kembali ke rahim ibumu
Tapi itu mustahil!
Maka seumur kemustahilan itulah aku merindu
#CatatanPagi Aug 1, 2011 *posted in facebook


Kerinduan menguatkan langkah kakiku,
sebagaimana ia terangkan jiwaku dengan gemintang harapan
#CatatanPagi Aug 2, 2011 *posted in facebook


Saat aku digenggam sepi,
peluhku membisikkan aroma kerinduan
#CatatanMalam Aug 6, 2011 *posted in facebook


Jika merindumu adalah bunuh diri,
maka aku harus mati saban hari
#CatatanMalam Aug 6, 2011 *posted in facebook


Zaman menyeret kuat leherku ke barat,
sementra kenangan menarik kakiku ke timur
#CatatanPagi Aug 7, 2011 *posted in facebook


Aku hanyalah tumpukan batu kerinduan
Setiap berlalu satu masa, hilang satu batu
#CatatanPagi Aug 8, 2011 *posted in facebook


Kitab rinduku cuma lembaran usia yang ditulis dengan tinta kenangan
Kalau aku mati kelak, kuwariskan kitab itu kepada hatimu
#CatatanPagi Aug 10, 2011 *posted in facebook


Kerinduanku bukan embun yang lenyap disergap terang pagi
Tapi ia emas yang tak luruh meski bersemayam jauh di dalam tanah yang kau jejaki
#CatatanPagi Aug 10, 2011 *posted in facebook


Kunaiki rakit menelusuri sungai kenangan
Dihanyutkannya kelak ke muara samudera kerinduan
#CatatanPagi Aug 15, 2011 *posted in facebook


TomySaleh.Kalibata.12Oktober2011.07:27WIB

Notasi Kecil Fajar Dan Senja

Kalian, wahai beburung berkicau dan embun di ujung dedaun dari taman asri,
terlalu angkuh merengkuh fajar
Apakah ia kemewahan yang hanya pantas dan bisa dinikmati oleh kalian?
Kami, para belatung sampah dan kutu anjing jalanan,
juga disapa dan diselimuti oleh sang fajar!
Jan 13, 2011 *posted in facebook

Aku tertipu kelabunya mendung
Ia tukar itu siang dengan sore
Ah, inilah jiwa labil
Menggantung saja pada tonggak-tonggak hari
Buka akalmu, mentari tak kenal siang, sore, dan malam
Mendung pun cuma bisa merayap di bawah kakinya
Ia kokoh terang
Harusnya kulabuhkan saja hatiku di sana
Jan 19, 2011 *posted in facebook

PANGGUNG BONEKA

Tak ada desau nafas
Sunyi pula gempita fikir
Cuma tatap hampa barisan boneka
Dan senyum lebar dalang di balik layar
Apr 2, 2011 *posted in facebook


Di tiap penghujung letih matahari kuterima untaian malam dari sang senja
Selalu saja sama pesan yang tertera
Duniamu kelak akan menyempit dan sekelam ini
Namun belum penuh jua bekalanmu
Tampak lengang ruang jiwamu
#CatatanSenja May 23, 2011 *posted in facebook


Larutkan saja sisa temaram malam itu dalam secangkir kopi pagimu, kawan
Dentingan sendok pengaduk adalah irama penyambut surya
Hirup resapi aromanya sebagai pembuka asa hari
Reguk dan rasakan ia menyelusup ke setiap urat saraf
Menghantar semangat ke sekujurmu
#CatatanFajar May 24, 2011 *posted in facebook


Hidup adalah menunggu fajar
Saat memulai janji lama nan tak tertunai kemarin
Berbekal mimpi dan kesempatan baru
Untailah sehelai saja senyuman
Sebagai menghujam panji di medan perang
Tanda belum padam semangat tempur
#CatatanFajar May 25, 2011 *posted in facebook


Jelaga sore
Dada sesak
Jiwa lunglai
Langkah gontai
Janji tak tertunai
Asa luput teraih
Semoga esok belum ditiup itu serunai
Tanda zaman sudah usai
#CatatanSenja May 25, 2011 *posted in facebook


Matahari memang melemah
Tapi sarungkan pedang tak diperintah
Cuma sekejap saja kita lepas lelah
Esok tempur lagi dengan gagah
#CatatanSenja May 26, 2011 *posted in facebook


Angin fajar mengusik malam
Buaian mimpi sudah khatam
Hati senang terhidang nasi ulam
#CatatanFajar May 27, 2011 *posted in facebook


Sekantung pagi habis ditelan hari
Senja menanti dengan tatap teliti
Segala tak terbeli, bekal sirna pasti
Malam nanti pantas ditutup dengan ditangisi
#CatatanSenja May 30, 2011 *posted in facebook


Fajar sudah menyingsing sejak tadi, namun mataku masih terbelenggu senja kala
#CatatanFajar May 31, 2011 *posted in facebook


Selamat malam bumi
Dingin menjalari ujung rambut
Mata tak lagi terbebani membaca
Kenyataan tamat, impian terbit
Selamat malam kegelapan
#CatatanMalam Jun 5, 2011 *posted in facebook


Kutulis notasi pagi singkat dengan pena bertintakan sisa malam
Bahwa mentari menua melemah
Fajarnya tak cukup benderang
Belum lagi terik, tapi wajah-wajah jalanan sudah dihadiri senja
#CatatanFajar Jun 6, 2011 *posted in facebook


TomySaleh.Kalibata.11Oktober2011.13:05WIB

Ekstase Secangkir Kopi Tubruk

Sebagaimana pernah saya ceritakan di sini, saya adalah penikmat kopi. Bahkan (sebenarnya) saya tidak cuma sekadar menikmati cairan hitam itu dari cangkirnya belaka, melainkan juga keseluruhan proses penyajiannya.

Saya mulai dari pembelian biji atau bubuknya. Membeli kopi adalah sebuah proses awal saya untuk menikmati kopi. Membeli, karena saya belum punya kebun kopi sendiri. Saya mulai merasakan getaran-getaran kenikmatan itu sejak melangkahkan kaki keluar rumah untuk membeli kopi. Saya sudah membayangkan jenis-jenis dan merek-merek kopi yang tertata di rak supermarket atau membayangkan bau bijinya yang terpanggang, jika saya membelinya di toko kopi. Tapi saya lebih sering membelinya di supermarket, karena tersedia banyak pilihan. Walau banyak pilihan, tapi sebenarnya saya sudah menetapkan kopi favorit saya: arabica, apapun merek kemasannya. Harganya memang di atas kopi robusta yang mendominasi pasaran tanah air. Sungguh keasyikkan tersendiri bagi saya menyaksikan deretan kemasan kopi beragam merek. Saya senang berlama-lama di rak kopi, mengamati bungkusan itu satu per satu.

Setelah membawa pulang sebungkus kopi (dengan perasaan sumringah), maka tahapan "ritual ngopi" saya berikutnya adalah menyiapkan panci atau ceret untuk menjerang air. Suara air bening bersih yang menyentuh dasar panci atau ceret terasa indah. Lalu saya letakkan wadah itu di atas tungku kompor. Api segera membakar pantat wadah itu. Walaupun belum pernah mencobanya, tapi saya terkadang suka membayangkan bahwa rasanya memasak air hingga mendidih dengan api dari tungku kayu bakar jauh lebih nikmat, daripada kompor gas atau listrik.

Sambil menunggu api mendidihkan air, saya siapkan cangkir keramik. Bagi saya inilah sarana yang paling tepat untuk menikmati kopi. Saya suka berkelakar bahwa minuman kopi cair dalam kemasan kaleng atau kemasan karton kotak atau kemasan gelas plastik (ala air mineral) adalah bentuk "penistaan" terhadap kopi. Pilihan saya adalah cangkir keramik berkapasitas antara 180 ml hingga 200 ml. Cangkir dengan kapasitas di atas itu lebih cocok untuk minum cokelat atau susu hangat (yang juga salah satu minuman favorit saya).

Kemasan kopi arabica saya buka dengan penuh perasaan. Saya menyaksikan bubuk hitam itu duduk manis di dalam kemasannya. Kemudian saya sendok hati-hati sebanyak tiga sendok teh menjulang bubuk kopi itu ke dalam cangkir tadi. Saya angkat sebentar cangkir itu dan saya dekatkan mulutnya ke hidung saya. Saya hirup perlahan wangi kopi itu. Aaah...

Saya tidak terlalu suka kopi pahit dan saya juga tidak suka jika kopi saya terlalu manis. Maka sebagai jalan tengah, saya tambahkan setengah atau satu sendok teh gula. Sekadar sebagai syarat saja. Kalau di cafe, saya lebih suka macchiato daripada espresso.

Dan saat itupun hampir tiba. Air mendidih. Perlahan saya tuang air panas itu ke dalam cangkir. Butiran halus bubuk kopi dan sedikit gula itu seolah bergumul dengan air panas. Pergumulan makin ramai dengan hadirnya sendok teh yang saya pergunakan untuk mengaduk cairan nikmat itu. Bunyi dentingannya begitu khas dan seketika, semerbak wangi kopi menyeruak memenuhi ruangan. Aduhai...

Lalu dimulailah "acara puncak" dari rangkaian "ritual ngopi" tersebut: saya menyesap perlahan kopi panas itu. Sluuuurrrps... aaah... Subhanallah... Sungguh nikmat. Walaupun istri tercinta suka membuatkan saya kopi tubruk kesukaan saya, tapi sesungguhnya, jika disuruh memilih, saya pribadi lebih suka membuatnya sendiri. Seluruh rangkain prosesnya itu semakin menambah kenikmatan ngopi.

Mari kawan, angkat cangkir kopimu itu. Selamat ngopi. Jangan lupa bersyukur kepadaNya.

Tomy Saleh. Kalibata. 6 Oktober 2011. 13:04