Secangkir Kopi, Reksadana, Dan Secuil Fokus

Perjalanan hidup kita ternyata sarat hikmah. Rasanya cukup penting bagi kita, para musafir masa, untuk kadang kala berhenti sejenak. Duduk tenang menatap langkah kaki yang sudah kita buat di belakang sana. Hitung lagi berapa jumlah langkah kita sejauh mata memandang ke belakang sana. Cocokkan juga dengan peta tujuan kita. Sudah tepatkah arah langkah kita menuju tujuan kita? Selain itu penting juga untuk mengambil pena dan buku catatan lalu mulai mencatat pelajaran atau hikmah dari semua perjalanan yang sudah kita lalui. Boleh jadi, hikmah tersebut tidak seumur pena dan buku. Boleh jadi akan diperlukan begitu banyak pena dan buku untuk mencatat berbagai hikmah tersebut, yang hanya akan habis atau berhenti setelah ajal datang. Secangkir kopi dan reksadana, salah satu dari sekian banyak topik yang menarik perhatian saya dalam hidup ini, telah menyadarkan saya akan sebuah hikmah yang amat berharga. Inilah kisah itu.

Saya Dan Secangkir Kopi

Sebelum tahun 2004, saya bukanlah peminum kopi serius. Saya amat jarang minum kopi. Sewaktu ayahanda masih hidup, kadang kala saya ikut nimbrung minum kopi beliau. Tapi itu belum tentu sebulan sekali. Entah kenapa, sejak 2004 saya mulai tertarik dengan kopi. Mungkin ini akibat provokasi rekan-rekan kerja di kantor yang pagi-pagi setiba di ruang kerja tak lupa menyeruput secangkir kopi. Saya tergoda dengan harum aroma kopi, dentingan suara sendok logam beradu dengan cangkir keramik saat mengaduk larutan kopi, dan suara seruput khas.

Saya mulai menjajalnya. Masuk ke pantry dan membuat sendiri kopi saya. Kopi hitam manis panas. Rasanya sungguh nikmat. Ini mulai jadi seremonial harian saya di kantor. Setidaknya sehari satu cangkir, jika kehabisan cangkir saya mempergunakan gelas. Ketika berbelanja bulanan di hypermarket, tak lupa saya mampir ke rak kopi. Kian hari kian bertambah cinta saya pada kopi.

Saya mulai tergerak untuk mencari info apapun terkait kopi. Pikiran saya tentang kopi menuntun jari saya untuk aktif melakukan searching informasi kopi lewat internet. Luar biasa! Jagad kopi ternyata amat luas. Jauh lebih luas dari cangkir kopi saya. Saya pun lantas "haus"; haus kopi dan haus wawasan perkopian. Tidak hanya sekadar mampir ke rak kopi di hypermarket lalu mengambil sebungkus kopi bubuk merek yang sering jadi bintang iklan di media massa, saya pun mulai "awas". Saya mulai picky terhadap kopi. Saya tergerak untuk mencicipi macam-macam kopi. Merek-merek kopi yang tidak ngetop saya cicipi. Saya mulai bisa sedikit membedakan mana kopi "serius" dan mana kopi "bercanda"; mana kopi enak dan mana kopi yang biasa-biasa saja. Selain itu, saya juga sudah mulai "silaturahim" ke kafe-kafe yang menghidangkan kopi enak. Dari kopi Jawa hingga Jamaica Blue Mountain pernah singgah di lidah saya. Pengalaman mencicipi macam-macam kopi menghantarkan saya pada style ngopi saya kini: kopi hitam kental agak manis. Kopinya pun dari jenis arabika.

Saya juga seenaknya membuat pemetaan para pengopi: peminum kopi, penikmat kopi, dan penilai kopi. "Kelas" penilai kopi paling tinggi. Mereka memiliki hidung dan lidah yang sangat peka dan berselera tinggi dalam hal perkopian. Pada lidah dan hidung mereka seolah tertanam ensiklopedi kopi yang mampu membeda-bedakan kopi hanya dengan mencium dan mencicipi. Mereka adalah ahli kopi. "Kelas" peminum kopi adalah kelas yang terendah. Mereka sekadar minum kopi tanpa mampu membedakan jenis kopi. Bagi mereka semua kopi sama saja rasa dan baunya. Biasanya mereka kurang suka minum kopi hitam seperti yang saya minum. Mereka lebih menyukai kopi yang sudah dicampur susu atau krim dan rasanya manis. Adapun "kelas" penikmat kopi adalah pertengahannya. Mereka peminum kopi serius dan "punya selera" tapi juga belum sampai pada taraf ahli kopi. Saya senang memasukkan diri saya sendiri dalam kelas ini.

Saya Dan Reksadana

Pasar modal telah saya ketahui sejak saya masih SD (pertengahan era '80-an) atau SMP (awal era '90-an). Sejauh yang masih bisa saya ingat, TVRI (satu-satunya siaran televisi kala itu) sering menampilkan informasi mengenai harga saham beberapa emiten setiap malam. Tapi, tentu saja, saya tidak terlalu memperdulikan hal itu. Pernah pula saham ini dibahas dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia sewaktu saya sekolah tingkat SMP. Waktu itu saham dibahas sebagai contoh surat berharga. Semasa SMA pun (pertengahan era '90an) saya tidak peduli dengan dunia pasar modal. Itu adalah dunia yang asing dan tidak penting, bukan cuma bagi saya tapi juga bagi kebanyakan masyarakat. Menginjak masa kuliah (menjelang akhir era '90an) sikap saya mengenai pasar modal masih sama: tidak peduli. Walaupun saya pernah menghadiahi sebuah buku kecil mengenai pasar modal kepada seorang kawan yang cukup interest dengan hal itu. Melalui kawan ini pula saya pernah diberi sedikit informasi mengenai pasar modal.

Sejak berdiri sebuah stasiun televisi khusus berita pada tahun 2000, saya jadi mulai menaruh perhatian pada pasar modal. Entah kenapa, saya jadi suka dengan mata acara stasiun televisi berita itu yang berjudul "Market Review". Saya pun mencoba untuk mencari tahu binatang macam apa itu pasar modal? Sesekali saya membeli majalah khusus pasar modal. Apalagi setelah saya tahu ada makhluk yang baru muncul bernama ekonomi syariah. Hasil dari baca-baca majalah itu, wawasan saya mengenai pasar modal sudah lumayan updated dibanding rekan-rekan sebaya saya yang awam.

Pada tahun 2002, saya membeli sebuah buku tebal mengenai reksadana dan sebuah buku mengenai kumpulan artikel mengenai pasar modal. Kedua buku itu ditulis oleh orang-orang yang memang ahli dan berkecimpung di dunia pasar modal. Walaupun belum sepenuhnya paham dengan terminologi yang dipakai di buku itu (background pendidikan saya bukan ekonomi, melainkan elektro). Sesekali saya beli juga koran khusus ekonomi yang di dalamnya otomatis ada informasi mengenai pasar modal. Topik ekonomi, wa bil khusus mengenai pasar modal, mulai mendekam dan menarik perhatian pikiran saya. Dengan segera ini menjadi minat saya.

Pikiran mengenai pasar modal ini mampu memusatkan perhatian dan menggerakkan panca indera saya untuk mencari informasi dan wawasan mengenai pasar modal. Ini pula yang sempat menuntun saya untuk datang ke pameran ekonomi syariah. Di situ saya mendapatkan informasi mengenai pasar modal. Wah, ternyata dunia pasar modal ini sangat menarik dan begitu berwarna.

Tahun 2006 menjadi tonggak penting dalam sejarah hidup saya, khususnya dalam kaitannya dengan dunia pasar modal. Tahun itu saya resmi menjadi pemain pasar modal, setelah bertahun-tahun jadi pengamat. Bersama seorang sahabat, saya berkunjung ke kantor salah satu manajer investasi untuk menginvestasikan sejumlah uang ke dalam instrumen reksadana syariah. Keren! Kini saya seorang investor. Bersamaan dengan ketertarikan terhadap dunia pasar modal, saya terseret pula untuk mengikuti topik mengenai perencanaan keuangan. Wawasan mengenai perencanaan keuangan saya update juga dengan mengikuti mailing list. Dalam kurun waktu tahun-tahun ketertarikan terhadap pasar modal dan perencanaan keuangan, saya mengundang buku-buku tentang topik tersebut hadir di deretan koleksi perpustakaan pribadi saya.

Tahun 2007 juga menjadi tahun penting dalam hidup saya. Berkat ketertarikan pada dunia pasar modal dan perencanaan keuangan, pada tahun itu saya menjadi anggota perkumpulan para investor di kantor saya. Perkumpulan itu baru berdiri pada tahun itu juga dan saya beruntung bisa mendapatkan informasi mengenai perkumpulan tersebut dari seorang rekan melalui email. Segera saya bergabung menjadi anggota. Bahkan tahun berikutnya saya diajak untuk menjadi pengurusnya.

Melalui perkumpulan itu, wawasan pasar modal saya mengalami lompatan yang luar biasa dibanding sebelum-sebelumnya. Saya tergerak untuk terus melakukan update wawasan. Tidak hanya sekadar diskusi, rekan-rekan di perkumpulan itu juga bersepakat untuk melakukan investasi di pasar modal melalui reksadana, obligasi ritel, sukuk, dan saham. Saya sempat pula merilis semacam daily newsletter melalui email untuk seluruh anggota perkumpulan itu. Isinya adalah kliping berita pasar modal dari berbagai situs serta informasi nilai index saham dari berbagai bursa utama di dunia.

Semuanya, kopi dan reksadana, berjalan begitu saja. Seolah ringan dan tak terasa. Tiba-tiba saya sudah berada di titik ini, titik di mana wawasan mengenai kopi dan pasar modal saya sudah tidak lagi basic, jika dibandingkan orang-orang awam. Saya juga sudah bisa berdiskusi atau meluruskan pendapat yang keliru dari kalangan awam atau memberikan prasaran mengenai pasar modal maupun kopi.

Setelah merenungkan semua itu, saya menarik kesimpulan bahwa yang bisa membawa saya hingga ke titik tersebut adalah pikiran.

Fokus Dan Perhatian

Para motivator sering mengucapkan kalimat-kalimat berikut: "Apa yang anda pikirkan, akan menjadi besar" atau "Apa yang anda pikirkan, itulah yang anda dapatkan" atau "Apa yang anda pikirkan setiap hari, itulah anda" atau "Pikiran anda sangatlah dahsyat" atau "Pikiran anda bisa mengantarkan anda ke arah kesuksesan maupun kegagalan, tergantung apa yang anda pikirkan" dan kalimat-kalimat sejenisnya. Mereka berbicara menyampaikan nasehat bahwa apa pun yang kita inginkan terwujud di dunia ini, semuanya berawal dari pikiran. Semula, saya acuh tak acuh dengan nasehat ini. Saya sudah sering mendengarnya. Tapi cuma angin lalu saja, nasehat itu bagi saya.

Tapi melalui secangkir kopi dan reksadana, saya sudah membuktikan sendiri bahwa hal itu cukup tepat. Topik kopi dan reksadana mungkin tidak semenarik topik pernikahan bagi kebanyakan orang. Sayapun demikian pula di awalnya. Tapi dengan memusatkan perhatian pada kedua topik itu, ternyata saya, seolah tanpa menyadarinya, tergerak untuk mencari tahu, menambah wawasan, dan mengeluarkan sejumlah uang untuk mencoba langsung kedua topik itu. Pikiran saya mengenai kopi dan reksadana telah menjadi semacam latensi. Telah berubah menjadi semacam obsesi. Ini mungkin yang disebut sebagai pikiran alam bawah sadar. Pikiran seperti inilah yang mempunyai daya dorong. Raga dan panca indera akan tergerak untuk mencari tahu dan menghadirkan apa yang "diperintahkan" oleh pikiran alam bawah sadar tersebut. Prosesnya seringkali berjalan seolah tanpa terasa. Proses perwujudan apa yang dipikirkan seolah mengalir begitu saja. Kita sangat menikmatinya. Tahu-tahu kita sudah berhasil mewujudkannya.

Ketika kita memikirkan sesuatu hal hingga menjadi (semacam) obsesi, maka kita akan merasakan bahwa begitu banyak informasi dan wawasan yang datang bertubi-tubi mengenai hal itu kepada kita. Saya merasakan hal itu ketika saya berpikir mengenai kopi dan reksadana. Ini makin menguatkan hati dan mengkristalkan komitmen untuk menggerakkan raga mewujudkan hal tersebut. Kalau boleh saya rangkum, rumusannya sudah jelas:





Setelah saya tinjau lagi berbagai episode dalam hidup saya, ternyata bukan cuma dalam hal kopi dan reksadana saya mengalami hal ini. Dari sekolah, fitnes, hingga menikahi wanita idaman saya, rasanya semua berjalan melalui proses seperti rumusan tersebut di atas hingga mewujud. Dan saya pikir, (hampir) semua hal bisa kita wujudkan dengan rumus itu. Doa dan husnuzhan pada Allah SWT tentu akan semakin menambah kemantapan dalam berpikir dan mewujudkan apa yang kita inginkan (tentu saja dalam hal ini adalah semua yang baik-baik).

Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla berfirman : "Aku akan mengikuti persangkaan hambaKu kepadaKu. Dan Aku selalu menyertainya apabila ia berdoa kepadaKu" (HR. Bukhari dan Muslim)

Sebagai penutup, mari kita simak lagi pesan dari Baginda Rasulullah SAW, "Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya. Dan barangsiapa hijrahnya karena dunia yang ingin ia dapatkan atau mendapatkan wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia inginkan itu" (HR. Bukhari dan Muslim)

Tomy Saleh. Kalibata. 21 Maret 2011. 13:42WIB