Tantangan Gerakan #IndonesiaTanpaJIL : Sebuah Renungan & Saran


Gerakan #IndonesiaTanpaJIL (sering disingkat #ITJ) baru seumur jagung. Sejak "dideklarasikan" sekitar Februari atau Maret 2012 lalu (melalui media sosial twitter, dengan hashtag #IndonesiaTanpaJIL & akun @TanpaJIL), gerakan ini sudah mulai menampakkan geliatnya. Di berbagai daerah, turut pula "dideklarasikan" gerakan ini. Depok, Bandung, Yogyakarta, Samarinda, dan lain-lain. Di dalamnya berhimpun para aktivis media sosial (twitter) yang memiliki sikap yang sama terhadap JIL (Jaringan Islam Liberal): menolak. Para aktivis di #ITJ terdiri dari beragam latar belakang. Ada mahasiswa, ibu rumah tangga, karyawan, pengusaha, akademisi, aktivis parpol, aktivis berbagai ormas & gerakan Islam, dan lain-lain. Yang kerap dilakukan #ITJ (di berbagai daerah) adalah aksi tebar flyer/brosur/bulettin yang berisi berbagai ke-nyeleneh-an JIL dan juga mengadakan kajian/diskusi mengenai pemikiran yang diusung-diasong JIL dan counter attack-nya. Untuk melengkapi aktivitasnya, gerakan #ITJ juga membuat website: http://www.indonesiatanpajil.com.

Seiring waktu yang berjalan, tentu saja gerakan #ITJ (akan, sudah, & sedang) menghadapi berbagai tantangan. Ini sunnatullah dalam berjuang. Tidak mungkin sebuah perjuangan akan berjalan mulus begitu saja. Terlebih lagi jika ini perjuangan yang menyangkut aqidah Islam. Dengan tantangan ini, akan terlihat sejauh mana kekuatan, keistiqomahan, serta kecerdasan gerakan #ITJ. Semua pegiat #ITJ, mau tidak mau, harus bekerjasama menjawab tantangan. Apa saja tantangan yang dihadapi? Setidaknya ada dua:

1. Pemerataan & Peningkatan Wawasan
Gerakan yang berlandaskan pada emosi (amarah) belaka, hanya akan berujung pada keletihan. Amarah itu menguras energi. Sebaliknya, gerakan yang berlandaskan pada visi, misi, wacana, dan program kerja yang jelas, insya Allah akan langgeng, ajeg, dan bisa mencapai tujuan-tujuannya. Dalam wadah #ITJ, tidak semua pegiatnya memiliki wawasan yang sama. Ada yang memang spesialis pemikiran Islam, ada pula yang kurang banyak membaca. Umar bin Khaththab ra. pernah mengatakan bahwa kita perlu tahu kejahiliyahan agar bisa menghindari dan melawannya. Pemikiran JIL sudah disepakati oleh pegiat-pegiat #ITJ sebagai pemikiran yang salah arah (sesat). Tapi seperti apa bentuknya, apa konsideran yang dipakai JIL, bagaimana trik mereka memainkan wacananya, serta bagaimana menemukan titik lemah dan 'meruntuhkan' argumen JIL, belum tentu semua pegiat #ITJ tahu akan hal tersebut. Tentu saja ini sangat rentan. Alih-alih mau menegakkan dalil dan melawan pemikiran JIL, justru boleh jadi malah akan terjebak dalam permainan wacana JIL. Ini berbahaya. Bisa melemahkan perjuangan. Saran: rekan-rekan pegiat JIL yang Allah SWT karuniakan wawasan yang lebih luas mengenai pemikiran Islam, jangan ragu-ragu untuk berbagi wawasan ke sesama pegiat #ITJ lainnya. Paling minimal sekadar kultwit. Lebih sip lagi menulis di website #ITJ atau blog pribadi yang di-share link-nya. Paling afdhol adalah road show ke berbagai 'cabang' #ITJ untuk kopdar sambil mengadakan kajian ilmiah. Hafidz Ary (@hafidz_ary) dan Akmal Sjafril (@malakmalakmal) adalah contoh pegiat #ITJ yang cukup rajin melakukan hal-hal di atas. Setidaknya ini yang diketahui oleh penulis. Tentu saja masih banyak pegiat-pegiat #ITJ yang melakukan hal serupa. Dengan adanya pemerataan dan peningkatan wawasan ini, tentunya akan semakin menambah keyakinan dan semangat dalam perjuangan di #ITJ.

2. Mengelola Perbedaan
Sebagaimana telah disinggung di awal, di dalam #ITJ berhimpun beragam orang. Rambut sama hitam, tapi isi kepala (pemikiran) berbeda-beda. Ditambah lagi kenyataan bahwa di #ITJ tidak ada struktur organisasi. #ITJ bisa dibilang cuma berwujud 'forum' atau 'paguyuban'. Yang ada cuma koordinator yang sebenarnya lebih berfungsi mengkoordinir kegiatan #ITJ dan sebagai pusat informasi. Setiap pegiat #ITJ berhak untuk memberikan sumbangsih bagi kelangsungan gerakan #ITJ, sesuai dengan kemampuan dan latar belakangnya. Salah seorang pegiat #ITJ dengan akun @fikreatif pernah mengatakan bahwa perbedaan latar belakang harokah (pergerakan) masing-masing pegiat #ITJ, cukup beresiko menghadirkan friksi di internal #ITJ. Belakangan ini hal itu cukup terbukti. Misalnya ada yang merasa dan menganggap bahwa #ITJ dijadikan sarana kampanye parpol tertentu dan hendak menarik #ITJ ke ranah politik praktis. #ITJ hendak dijadikan salah satu kendaraan politik. Atau ada pula yang merasa gerakan #ITJ ini gerakan tipu-tipu belaka. Teriak-teriak anti JIL tapi sebenarnya sami mawon dengan JIL, karena pegiat-pegiatnya tidak menolak demokrasi (yang bagi sebagian orang dianggap sistem kafir dan haram hukumnya). Demokrasi dianggap bagian dari liberalisme dan sekulerisme yang selama ini menjadi ciri khas JIL. Hal-hal tersebut menimbulkan friksi yang cukup tajam. Perdebatan panas berlangsung berhari-hari di ranah twitter. Twitwar (istilah untuk menyebut perdebatan di twitter) membahana. Mulai dari lontar argumen, hingga lempar ejekan. Apa akibatnya? Pegiat #ITJ sibuk saling "menikam" sesamanya. Lupa pada tujuan semula gerakan ini dicetuskan. Terus terang, penulis adalah salah satu yang terlibat twitwar tersebut (dengan "faksi" anti demokrasi). Namun setelah merenung dan diskusi, akhirnya penulis memutuskan untuk meninggalkan dunia twitter (deactivate account). Semata-mata demi menjaga mulut dan hati (bukan soal menang-kalah argumen). 'toh perjuangan #ITJ tidak hanya lewat twitter. Bisa lewat cara lain, seperti blog, misalnya. Saran: hendaklah setiap pegiat #ITJ fokus pada cita-cita awal gerakan: melawan pemikiran JIL. Saling mengingatkan akan hal ini. Di wadah #ITJ, lupakan 'ego' harokah (latar belakang gerakan) masing-masing (sebagaimana saran @fikreatif). Di sini ada common enemy: JIL. Jangan acungkan moncong senapan ke sesama pegiat #ITJ. Arahkan semua senjata ke JIL. Merekalah sasaran tembaknya. Lebih bagus lagi bila bisa mengadakan kopdar secara berkala. Silaturrahim bisa mencegah friksi.

Semoga pegiat-pegiat #ITJ bisa lebih bijak dalam menghadapi tantangan ini. Sehingga tujuan gerakan #ITJ bisa tercapai. Semoga Allah senantiasa memberkahi kita semua.

Tomy Saleh. Kalibata. 4 Juli 2012