Para Penyeru Atau Pengeruk Keuntungan Duniawi?

Abdullah bin Ummi Maktum adalah seorang yang sederhana. Walaupun beliau tuna netra, tapi spiritnya untuk mengabdi kepada Allah SWT dan mengikuti Rasulullah SAW begitu dahsyat. Buta bukan halangan bagi beliau untuk meraih ridho Allah dan RasulNya. Abdullah bin Ummi Maktum sangat cinta kepada Allah dan RasulNya. Beliau seolah tidak ingin melewatkan setiap moment untuk mendengarkan taushiyah dari firman-firman Allah SWT, karena hal itulah yang akan menerangi pandangan mata batinnya, menguatkan dirinya, dan menenangkan jiwanya. Semangat belajarnya luar biasa. Maka ketika didengarnya informasi bahwa Rasulullah SAW akan menyampaikan firman Allah SWT di suatu tempat, beliau begitu antusias mendatanginya. Tapi, ketika beliau tiba di lokasi, air muka Rasulullah SAW terlihat seperti agak kurang berkenan. Bukan karena Rasulullah SAW tidak mencintai Abdullah bin Ummi Maktum, tapi karena kehadiran Abdullah bin Ummi Maktum bukan pada waktu dan tempat yang tepat. Saat ini, target market Rasulullah SAW adalah para tokoh dan para pembesar. Jadi forum itu khusus untuk mereka. Forum untuk masyarakat biasa akan ada lagi nanti. Apa yang dilakukan Rasulullah SAW, sepintas adalah wajar. Da'wah yang segmented. Da'wah yang sasarannya khusus. Jadi Rasulullah SAW hanya bermaksud memberikan treatment da'wah yang spesial untuk golongan tokoh dan pembesar. Untuk golongan mustadh'afin, ada lagi pola-nya. Maka itu kehadiran Abdullah bin Ummi Maktum di forum tersebut dirasa kurang pas, karena bukan segmennya.

Namun, Allah SWT justru membimbing dan mengarahkan bagaimana seharusnya penyikapan Rasulullah SAW tersebut terhadap hal ini, melalui firmanNya dalam surat Abasa sebagai berikut, "(1) Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, (2) karena telah datang seorang buta kepadanya. (3) Tahukah engkau barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), (4) atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? (5) Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, (6) maka kamu melayaninya. (7) Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). (8) Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), (9) sedang ia takut kepada (Allah), (10) maka kamu mengabaikannya. (11) Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan, (12) maka barangsiapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya, (13) di dalam kitab-kitab yang dimuliakan, (14) Yang ditinggikan lagi disucikan, (15) di tangan para penulis (utusan), (16) Yang mulia lagi berbakti......".

Di sisi Allah SWT, manusia manapun sama saja. Yang membedakannya hanyalah ketaqwaan. Surat Abasa memberikan kita pelajaran mahal, bahwa kita hendaknya tidak memperlakukan manusia hanya berdasarkan pada apa yang dimilikinya (harta dan tahta). Manusia yang imannya menyala-nyala dan semangat jihadnya berkobar-kobar (seperti sahabat Rasulullah, Abdullah bin Ummi Maktum) sekalipun ia miskin dan bertampang jelek, jauh lebih baik di sisi Allah dari pada para tokoh yang kaya raya lagi rupawan tapi belum beriman. Begitu pula dengan aktivitas da'wah yang bersifat universal, dalam pengertian da'wah ditujukan ke siapapun jua. Tidak melihat gender, ras, tingkat kesejahteraan, dan warna kulit. Semuanya berhak untuk mendapatkan da'wah. Inilah salah satu bukti keuniversalan ajaran Islam. Juru da'wah (da'i) yang profesional tidak akan pilih kasih dalam menyampaikan da'wahnya. Rasulullah SAW telah memberikan teladan yang sempurna akan hal ini.

Rasulullah SAW adalah contoh da'i sejati. Siapapun akan didatanginya untuk menyampaikan kabar gembira dari Allah SWT. Rakyat jelata hingga penguasa tak luput dari perhatian dan kasih sayangnya dalam menyampaikan da'wah. Hanya Allah SWT yang Maha Mengetahui berapa banyak harta yang telah dikeluarkan oleh Rasulullah untuk mendukung aktivitasnya itu. Feed back yang beliau terima seringkali tidak mengenakkan: caci maki, dituduh tukang sihir, wajahnya dilempari pasir hingga beliau kesulitan melihat, dilumuri kotoran unta saat sedang sholat, dilempari batu, diludahi, diracuni, diguna-guna, diancam pembunuhan, hingga diboikot. Di samping, tentu saja, orang-orang yang hatinya tercerahkan lalu menjadi pengikut setia beliau.

Sudah sepatutnyalah para juru da'wah yang bertugas menyampaikan ajaran Islam itu mencontoh Rasulullah SAW. Mereka, para juru da'wah itu, adalah orang-orang yang mengamalkan perintah Rasulullah, "Sampaikanlah dariku walaupun cuma satu ayat". Para da'i meneruskan "pekerjaan warisan" Rasulullah SAW yaitu berda'wah mengajak manusia kembali ke jalan Allah SWT. Mengajak manusia untuk hidup secara Islami (hidup yang sesuai dengan Al Qur-an dan As Sunnah). Pada hakikatnya, sungguh mulia pekerjaan tersebut dan sungguh mulia orang-orang yang melakukannya.

Namun fenomena kekinian justru agak mengganggu pandangan kemuliaan tersebut. Apa pasal? Hal ini disebabkan oleh segelintir kecil kelakuan para da'i yang kurang baik dalam menjalankan tugas sucinya itu. Jika dulu Rasulullah SAW menyampaikan da'wah kepada siapa saja dengan menanggung segala resikonya dan semua dilakukan tanpa mengharap bayaran atau harta benda duniawi, kini justru ada juru da'wah yang meminta bayaran atas jasanya menyampaikan da'wah (ceramah). Bahkan ada yang memasang tarif tertentu yang besarnya bisa puluhan juta untuk sekali tampil menyampaikan ceramah.

Ada pula juru da'wah yang menyampaikan sejumlah syarat jika kita hendak mengundang yang bersangkutan untuk berceramah. Misalnya (selain tarif tertentu) syarat standard sound system yang dipergunakan harus sekian watt, tata panggung dengan ukuran tertentu, posisi kursi atau tempat berdiri sang penceramah, dan lain-lain. Jika sudah sepakat, maka utusan si penceramah akan datang untuk melakukan "audit" lokasi dan konfirmasi kepastian acaranya.

Oleh karena sudah pasang tarif ceramah, maka juru da'wah tipe ini akan memilih-milih target audiens ceramahnya. Orang-orang kaya atau ceramah yang diselenggarakan oleh lembaga bonafide akan menjadi prioritas utamanya dalam menyampaikan ceramah. Sering terjadi sang penceramah membatalkan ceramah di suatu tempat hanya karena pada waktu yang sama dia diundang berceramah di tempat lain yang menawarkan "isi amplop" yang lebih tebal (tempat bonafide tadi). Padahal di tempat yang "isi amplop"-nya lebih "tipis" sudah mengkonfirmasi jauh-jauh hari kehadrian sang penceramah. Apa boleh buat. Uang bersuara lebih keras dan lebih menarik.

Penceramah seperti ini sungguh cepat dalam hal pencapaian materi duniawinya. Mereka mampu bermobil mewah, berpakaian mahal, beraksesoris luks, dan tinggal di rumah atau apartemen yang megah. Rasulullah SAW berda'wah mengeluarkan biaya yang sangat mahal untuk kelancaran da'wahnya, sementara da'i matre mengambil keuntungan dari da'wahnya. Masya Allah. Rasulullah SAW berpakaian sederhana dan tampil tidak berbeda dengan ummatnya, sementara para da'i duniawi tersebut tampil sama dengan para pemuja duniawi lainnya. Saya bertanya-tanya dalam hati apakah da'wahnya ini akan mampu menyentuh hati banyak manusia? Ataukah ceramahnya diperlakukan sebagai hiburan belaka? Semacam talk show atau stand-up comedy atau entertainment. Kalau begitu bukankah mereka lebih layak disebut sebagai entertainer yang menghibur banyak orang daripada da'i atau juru da'wah? Sebenarnya, siapakah yang lebih hebat, Rasulullah SAW atau para penceramah bayaran tersebut?

Selain itu ada lagi yang memanfaatkan salah satu aspek ajaran Islam dalam mengambil keuntungan. Misalnya sholat. Saya pribadi pernah membaca iklan mengenai "pelatihan sholat" yang biaya partisipasinya mencapai angka tujuh digit. Saya teringat kisah Rasulullah SAW yang mengajarkan dan mengajak orang untuk sholat hingga beliau diludahi, dilempari batu, diancam pedang, dan diludahi. Sedirham pun beliau tidak meminta bayaran. Mengajarkan sholat adalah sebuah kewajiban dari Allah SWT untuk beliau SAW sampaikan kepada manusia. Tugas tersebut adalah tugas suci. Bayarannya adalah rahmat Allah SWT. Tapi kini ada orang-orang yang mengaku telah mengetahui rahasia dan teknik sholat secara baik, benar, dan khusyu lalu mencoba mengajarkan kepada orang lain, namun memungut biaya tertentu (yang bagi sebahagian orang cukup mahal). Bagi saya hal ini sangat aneh dan belum bisa diterima akal sehat saya. Rasulullah SAW mengajarkan sholat tidak meminta bayaran, bahkan beliau mengeluarkan biaya sendiri dan tak jarang beliau mendapatkan intimidasi. Tapi kini ada sebahagian kecil orang yang mematok biaya tertentu untuk mengajarkan teknik sholat. Aneh. Sholat dijadikan lahan mata pencaharian. Sebenarnya siapakah yang lebih hebat, Rasulullah SAW atau orang-orang pengutip uang dari training sholat tersebut?

Lalu ada pula yang mencoba mengajarkan orang-orang untuk memahami rukun iman dan rukun islam. Hal ini tentu baik. Tapi jika mengutip biaya hingga tujuh atau delapan digit, tentu hal ini kurang baik. Bagaimana mungkin bisa menebarkan pemahaman rukun iman dan rukun Islam secara meluas, jika biaya yang dikutip sungguh mahal? Tidak semua orang memiliki anggaran sebanyak itu. Padahal semua orang berhak untuk disampaikan kepada mereka nilai-nilai iman dan Islam. Lagipula Rasulullah SAW juga tidak mencontohkan mengutip biaya atas penyampaian atau penjelasan mengenai rukun iman dan rukun Islam. Yang dicontohkan oleh beliau SAW adalah menyampaikan nilai-nilai Iman dan Islam secara gigih dan tanpa pamrih, kecuali ridho Allah SWT. Motivasi untuk menyampaikan pemahaman iman dan Islam seharusnya adalah ridho Allah SWT, bukan kekayaan duniawi (yang diperoleh dengan mengutip sejumlah uang dari audiens yang disampaikan kepada mereka pemahaman iman dan Islam tersebut). Sebenarnya siapakah yang lebih hebat, Rasulullah SAW atau orang-orang pengutip uang dari "jasa" mereka menyampaikan pemahaman iman dan Islam?

Kemudian ada lagi yang menjadikan aspek ajaran Islam lainnya dalam rangka popularitas dan mencari keuntungan duniawi. Mulai dari sedekah, puasa, zakat, jihad, dan (apalagi) haji. Nyaris semua ajaran Islam bisa dijadikan alat untuk mengeruk keuntungan duniawi. Menyiarkan ajaran Islam tentu perbuatan baik dan mulia. Itu adalah pekerjaan Nabi kita tercinta, Muhammad SAW. Tujuan dari penyebaran itu adalah agar manusia menjadikan ajaran Islam sebagai gaya hidupnya. Menjadikan ajaran Islam sebagai bagian integral dari kehidupannya. Sehingga dengan demikian akan datang rahmat Allah SWT ke seluruh negeri. Namun, apabila niatnya telah terkotori oleh keinginan-keinginan popularitas dan harta benda duniawi, maka bukan ajaran tersebut yang populer melainkan sang penyerunya. Ajaran tersebut hanya sekedar pelekat identitas sang penyeru. Apa yang diserunya tidak membekas di hati manusia. Bila tidak membekas, bagaimana mungkin bisa meresap dan menjadi bahagian dari kehidupan manusia? Rasulullah SAW adalah manusia hebat. Apa yang diserukannya adalah ajaran yang hebat (Islam). Beliau menyerukan manusia untuk beriman kepada Allah dan RasulNya serta menjalankan kehidupan berdasarkan ajaran Islam. Manusia pun menyambut seruannya dan menjadikan Islam sebagai jalan hidup. Rasulullah SAW telah berhasil. Namun ketika wafat, beliau tidak meninggalkan warisan harta benda sedikitpun. Padahal jika beliau mau, bisa saja beliau mengeruk keuntungan duniawi dari aktivitasnya itu. Tapi itu tidak dilakukannya. Misi beliau yang telah digariskan oleh Allah SWT adalah memperbaiki akhlaq manusia, menjadikan manusia semuanya menyembah Allah SWT, dan menjadi rahmat bagi makhluk Allah SWT. Belia cukuplah berbahagia dengan apa yang ada dari sisi Rabb-nya. Hebat. Allahumma sholli 'ala Muhammad, wa 'ala alihi wa shohbihi ajma'in.

Wallahu a'lam bisshowab

Tomy Saleh. Kalibata. 18 Desember 2008. 13:50WIB

Catatan Kecil Mengenai "Insya Allah"

Perkara janji dalam Islam mendapatkan perhatian serius. Bahkan sangat serius. Syahadatain, yang merupakan landasan paling inti dari ajaran Islam pada hakikatnya juga merupakan sebuah perjanjian. Di dalam Al Qur-an dan As Sunnah banyak dijelaskan mengenai perkara yang satu ini. Salah satunya adalah pengucapan lafal "Insya Allah" ketika kita berjanji. Mari kita lihat contoh berikut ini:

Contoh 1:
Rina : "Rin, minggu depan kamu jangan lupa datang ke acara syukuran rumah baruku ya."
Rini : "Mmm... waduh... gimana ya? Saya insya Allah aja deh ya Rin."
Rina : "Kamu ada acara?"
Rini : "Kosong sih, tapi takut kalau2 nanti mamaku mengajak aku belanja ke luar kota."
Rina : "Oh gitu, ya sudah deh."

Contoh 2:
Andi : "To, radionya kapan mau dikirim?"
Anto : "Besok pasti saya kirim ke tempat kamu di. Tenang aja."
Andi : "Bener ya to. Soalnya besok saya mau pakai radio itu."
Anto : "Beres di. Besok pasti itu radio itu sudah di tangan kamu."

Contoh 3:
Hasan : "Hutang kamu ke Husain kapan kamu lunasi?"
Ihsan : "Hmmm... uang saya sih sudah ada. Tadi pagi sudah ditransfer. Besok saya bayar hutang
saya ke husain. Insya Allah."
Hasan : "Alhamdulillah. Baik kalau begitu."

Pada contoh pertama, kita bisa lihat Rini ragu-ragu untuk bisa memenuhi undangan Rina. Tapi Rini berupaya berjanji supaya tidak terlalu mengecewakan Rina. Maka ia mengucapkan "Insya Allah deh". Hal ini memperlihatkan kepada kita mengenai ketidakyakinan diri pada janji. Ucapan "Insya Allah deh" adalah sebuah upaya apologia bahkan sebuah kamuflase atas sebuah kelemahan tekad untuk memenuhi janji. Ini cukup sering kita temui. Alasan mereka adalah kalau berjanji harus ucapkan "Insya Allah". Tentu saja hal ini kita sepakati. Tapi pengucapan tersebut seolah sebuah kamuflase bahwa kalaupun ia toh tidak memenuhi janjinya baik sengaja ataupun tidak sengaja itu adalah taqdir Allah. Sudah ketentuan dari Allah bahwa ia tidak bisa memenuhi janji. Maka hal itu wajar saja, karena sudah mengucapkan "Insya Allah". "Berlindung" dengan nama Allah atas ketidakmauan untuk menunaikan kewajiban (memenuhi janji adalah kewajiban). Pengertian ini justru akan membuat kalimat "Insya Allah" diremehkan. Saya pernah mendengar percakapan di sebuah angkutan umum antara supir angkutan dengan temannya. Teman si supir menceritakan kisahnya dalam hal perjanjian dengan seseorang. Salah satu kalimat yang saya ingat adalah "jangan ngomong 'Insya Allah', karena 'Insya Allah' artinya bohong...". Astaghfirullah. Sering berjanji dengan mengucapkan "Insya Allah" padahal ia sendiri tidak ada tekad untuk memenuhi janji tersebut adalah perbuatan yang kurang berakhlaq. Perbuatan itu bisa disamakan dengan meremehkan Allah SWT. Betul bahwa Allah-lah yang berkuasa atas taqdir, tapi kita diperintahkan olehNya untuk bertekad dan berikhtiar.

Pada contoh kedua, kita bisa lihat Anto begitu yakin akan bisa memenuhi janjinya pada Andi. Begitu yakinnya, hingga ia mengucapkan "Pasti saya kirim...". Contoh ini memperlihatkan sebuah kepercayaan diri akan bisa memenuhi janji. Dia begitu yakin dengan dirinya sendiri, bahkan cenderung agak over confidence. Ucapan "pasti" menunjukkan kekuatan tekad tapi sekaligus menunjukkan sebuah rasa jumawa. Sekuat-kuatnya manusia, tetap saja makhluk yang memiliki keterbatasan. Merasa yakin dengan kemampuan diri sendiri tentu baik. Tapi rasa percaya diri jangan malah menjerumuskan kita pada sebuah "syirik" terselubung yaitu "menuhankan" diri sendiri. Bukankah keperkasaan diri kita dibatasi oleh usia dan maut yang selalu mengintai dan tanpa pernah kita ketahui kapan akan datang menjemput? Ucapan "pasti" ketika berjanji akan menjadi kering dan hampa bila ternyata ketika tiba waktunya untuk menunaikan janji berlaku ketentuan Allah SWT yang menyebabkan ia terhalang untuk menunaikan jani. Kredibilitas bisa menurun. Kepercayaan diri yang baik hendaknya berupa bersandar pada kemampuan diri sendiri dan sekaligus tawakal pada Allah SWT.

Pada contoh ketiga, kita bisa lihat Ihsan mantap dengan janjinya, tapi ia terlebih dahulu memperhitungkan persiapannya dalam memenuhi janji. Lalu ia ucapkan "Insya Allah". Ini memperlihatkan sebuah upaya memenuhi syarat menunaikan janji. Sebelum berjanji, ia meyakinkan dirinya dulu untuk bisa mengkonfirmasikan syarat-syarat yang bisa dilakukannya. Setelah yakin dengan syarat-syarat pemenuhan janji itu, maka tumbuh perasaan yakin bisa memenuhi janji. Tapi terucaplah kalimat "Insya Allah", sebagai tanda bahwa ia tetap bersandar pada sesuatu yang bisa membantunya memenuhi janji yaitu Allah SWT. Setidaknya ada empat unsur penting dalam perjanjian tipe ketiga ini, yaitu: niat yang tulus, tekad yang kuat untuk menunaikan janji, ikhtiar yang mantap, dan tawakal pada Allah SWT (ucapan "Insya Allah"). Perjanjian yang seperti inilah yang melapangkan dada dan menenangkan jiwa. Jika tertunaikan janji itu, rasa syukur kepada Allah terucap dan kredibilitas meningkat. Jika ternyata gagal tertunaikan, maka rasa sabar dan maklum muncul dalam diri, karena memang sebelumnya sudah mengkonfirmasikan dengan ucapan "Insya Allah". Kekuatan diri berpadu dengan rendah hati. Orang-orang tipe ini apabila tidak yakin bisa memenuhi janji akan menghindari mengucapkan "Insya Allah". Ia tetap berupaya menjaga kesakralan kalimat itu.

Kita seringkali menyaksikan ketiga contoh di atas dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan mungkin kita pernah mengalaminya sendiri. Tipe manakah kita dari ketiga tipe di atas, hanya Allah dan diri kita sendiri yang tahu. Semoga kita semua termasuk dalam golongan orang-orang yang bisa memenuhi janji kepada Allah, kepada RasulNya, kepada orang-orang beriman, dan kepada manusia di muka bumi. Insya Allah.

Tomy Saleh. Kalibata. 17-18 Nov 2008. 09:31WIB

Mengatasi Kantuk

Sebahagian orang akan merekomendasikan kopi sebagai penghilang rasa kantuk. Dengan minum kopi (apalagi kopi hitam, kental, panas, dan sedikit gula) maka jantung akan memompa darah sedikit lebih keras dan otot-otot tubuh menegang, sehingga hal itu membuat (sebahagian) orang merasa punya energi lebih untuk terus beraktivitas.

Saya pun juga pernah mengalami hal itu. Minum secangkir kopi hitam (hampir manis) untuk menyegarkan diri. Dan memang akhirnya saya sulit mengantuk. Tapi belakangan ini, minum kopi sehitam apapun dan sepahit apapun sudah tidak efektif lagi bagi saya untuk mengusir kantuk. Lagipula tujuan saya minum kopi adalah untuk menikmati cairan hitam dengan wangi khas itu. Subhanallah, nikmatnya mantap. Dan saatnya mengantuk, ya saya tetap saja mengantuk.

Setelah dipikir-pikir dan berdasarkan pengalaman pribadi, mengantuk bisa diatasi dengan dua hal. Pertama adalah dengan tidur. Ini adalah obat mengantuk yang paling utama. Mengantuk menjadi sebuah tanda sunnatullah bahwa tubuh sudah letih dan membutuhkan berhenti sejenak dari beraktivitas. Tapi bisa juga berupa tanda bahwa metabolisme tubuh kita kurang bagus, jika frekuensi mengantuknya menjadi sering dan tak kenal waktu. Kalau yang terakhir ini salah satu obatnya adalah dengan menjaga pola hidup sehat (makan-makanan yang halal dan bergizi dengan porsi seimbang plus olah raga rutin). Jadi, kalau mengantuk istirahatlah. Insya Allah tubuh akan segar.

Cara kedua untuk mengatasi kantuk adalah dengan memiliki semangat yang luar biasa (menggebu-gebu) untuk melakukan suatu aktivitas. Ketika kita memiliki minat dan semangat untuk melakukan suatu aktivitas, maka fikiran kita akan (senantiasa) fokus ke sana. Fikiran yang fokus itu akan berpengaruh pada kondisi fisik kita. Sehingga otak (yang penuh ide dan fikiran semangat itu) akan memerintahkan seluruh organ tubuh untuk tetap bersiaga penuh untuk menunjang terwujudnya aktivitas tersebut. Tentu saja hal ini terjadi jika kondisi fisik benar-benar fit.

Tomy Saleh. Kalibata. 13 Nov 2008. 10:07WIB

Pengalaman Haru Bersama Mama Dan Papa

Ada dua pengalaman yang entah mengapa selalu membuat saya terharu dan trenyuh. Pengalaman ini tentang mama dan papa (semoga Allah mengampuninya, merahmatinya dan melapangkan kuburnya). Kejadiannya berlangsung waktu saya masih usia sekolah TK dan SD (tahun 80-an).

Mengenai mama. Pada suatu hari mama pergi ke pasar Tanah Abang (menurut budayawan Jakarta Ridwan Saidi seharusnya Tenabang, karena berasal dari kata Denabang (nama pohon)) untuk suatu keperluan. Pulangnya mama membelikan saya mainan mobil-mobilan. Sebenarnya bukan berbentuk mobil, tapi berbentuk balok plastik berwarna biru. Di kedua sisinya ada dua roda gigi dan di atasnya juga ada dua roda gigi yang gigi-giginya bersinggungan dengan roda gigi yang di samping. Jadi jika mobil-mobilan itu dijalankan, maka roda gigi yang di atas juga ikut berputar. Mobil-mobilan itu dibungkus plastik. Dan diujungnya diikatkan tali dari benang kasur sebagai penariknya. Sayapun membawa mobil-mobilan itu bermain-main di belakang rumah kontrakan kami. Saya terharu akan hal ini. Betapa mama ingin anaknya senang dan bisa bermain gembira dengan mobil-mobilan sederhana dan murah tersebut. Tidak hanya itu, mama juga membelikan adik bungsu saya, Sally, yang waktu itu masih berusia balita, boneka. Boneka itu boneka plastik perempuan (semacam barbie tapi dalam versi yang lebih "mengenaskan"). Boneka itu dibungkus plastik lengkap dengan tempat tidurnya. Yang saya ingat harganya hanya Rp 500. Saya terharu.

Tentang papa. Waktu saya masih usia TK (Taman Kanak-kanak) saya meminta dibelikan mainan kereta api. Sepulang kerja papa membelikan pesanan saya. Mainan kereta api itu cuma sebuah gerbong kecil dan jalur rel berbentuk angka 8. Papa berjongkok di samping saya memasang mainan kecil itu lalu menjalankan kereta itu. (ya Allah saya mau nangis nulis ini...). Kereta kecil itu berjalan mengikuti track angka 8 itu. Saya terdiam menyaksikannya. Lalu saya mengatakan bahwa bukan seperti ini yang saya minta. Lalu papa membelikan mainan kereta yang lebih besar dan lebih lengkap: rel berbentuk lingkarang dan kereta berupa gerbong dan lokomotif. Kemudian Sekitar tahun 1999, saya meminta papa untuk membelikan saya komputer. Lalu papa memberikan selembar traveller cheque senilai lima juta. Yang satu juta saya tidak ingat dipakai untuk apa, yang empat juta untuk membeli komputer. Saya membeli komputer rakitan berprosesor intel celeron 300MHz. Saya membelinya dari teman saya (kakak kelas waktu di SMA dulu). Ketika komputer itu selesai dipasang di kamar saya, papa duduk di samping saya lalu tersenyum dan menyodorkan tangannya untuk menyalami saya, mengucapkan selamat atas komputer baru saya. Saya terharu.

Rabbighfirlii wa lii walidaiyya warhamhuma kamaa rabbayani shaghira. Allahummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fuanhu, yaa arhamarrahimiin, ya ghafururrahim, ya rabbal 'alamin.

Kenangan

Sisakan ruang dan waktu di dalam jiwamu

Aku ingin bersemayam di sana

Bersama berjuta kenangan mawarmu

Untuk kemudian terlelap terlena


TomySaleh.Tebet.23Maret2006.14:08wib

Sulit

Haruskah engkau aku pahami,

Atau cukup aku nikmati,

Wahai cinta.

TomySaleh.Tebet.19Jan2006.18:15wib

Bunuh Diri

Ketika kau mulai mengambil harta rakyat

Ketika kau mulai meludahi rakyat

Ketika kau mulai menginjak rakyat

Ketika kau mulai menipu rakyat

Ketika kau mulai mendalangi saling bunuh antar rakyat

Ketika kau mulai mencekik leher kurus rakyat

Ketika kau mulai mengalirkan darah mahasiswa

Ketika kau mulai membiarkan tunas-tunas pertiwi mati kurang gizi

Ketika kau mulai meminta kenaikan gaji dan tunjangan

Ketika kau mulai membiarkan budaya setan

Maka kau mulai memotong lehermu sendiri

Kami hanya tinggal mendorongmu ke jurang dalam

Ke tempat membusuknya para tiran

Semua tinggal tunggu waktu


TomySaleh.Tebet.9Sep2005.17:33wib