Dua Pemandangan Indah

Bagi sebahagian besar orang, pemandangan indah adalah alam gunung, lembah, hutan, pedesaan permai, pantai yang bersih, laut yang tenang dan bening. Bisa dimaklumi. Saya juga menyukai pemandangan indah tersebut. Itu adalah karunia Allah SWT. Bukti-bukti kekuasaan Allah SWT. Kita hanya bisa menatap, merasa takjub, dan memuji dan mengagungkan Allah SWT. Setelah itu tentu saja mempergunakan karunia tersebut di jalan Allah. Mengolahnya dengan ketentuan dan petunjuk ilahiyah dalam rangka beribadah dan menjalankan fungsi manusia sebagai khalifah. Bila tidak disyukuri dan diolah dengan petunjuk robbani, maka pemandangan indah itu berubah jadi pemandangan horror. Kita sudah bisa menyaksikannya langsung sekarang-sekarang ini. Lihatlah kasus global warming. Tulisan ini bukan hendak membahas alam dan global warming.

Bagi saya ada dua lagi pemandangan indah yang bukan monopoli alam bebas seperti di atas. Pemandangan indahnya sangat sederhana dan (relatif sangat) mudah ditemui di mana saja. Pertama adalah orang-orang yang merapatkan punggung telapak kakinya dan bahunya dalam satu barisan menghadap kiblat dalam sholat berjama'ah. Itu adalah pemandangan yang juga indah. Yang membuatnya indah adalah tampaknya nilai-nilai keadilan di dalam sholat berjama'ah. Keadilan adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya. Manusia dilahirkan ke dunia dalam keadaan sama. Lemah, telanjang, tiada punya apa-apa, dan amat sangat tergantung oleh orang lain (yaitu ibunda). Ketika kelak mati pun keadaan manusia sama. Tidak memiliki apa-apa lagi. Hanya ketika hidup di dunia manusia itu kemudian (sadar ataupun tidak) membuat standard-standard tertentu, sehingga manusia yang satu dengan yang lainnya terkotak-kotak dalam hal status sosial dan level ekonomi. Persaingan dalam meraih derajat yang tinggi (menurut ukuran manusia sendiri) dalam hal status sosial dan level ekonomi, begitu ketat dan keras. Tak pelak lagi hal ini menimbulkan friksi, kecemburuan, bahkan memicu kekerasan dan teror.

Dalam sholat berjama'ah semua hal di atas dihilangkan oleh Allah SWT. Semua manusia disamakan. Sama-sama menundukkan hatinya, menundukkan punggungnya, meletakkan wajahnya di tanah atau lantai, membisikkan dzikir dan doa, dan mengikuti satu perintah dan arahan dari sang imam. Jendral dan prajurit melakukan hal yang sama. Presiden Direktur dan office boy melakukan hal yang sama. Konglomerat kaya dan tukang somay keliling melakukan hal yang sama. Dosen dan mahasiswa melakukan hal yang sama. Orang tua dan anak muda juga melakukan hal yang sama. Wajah presiden dengan wajah rakyat miskin sama-sama ditempelkan ke tanah dengan posisi yang lebih rendah dari telapak kaki. Hilanglah sekat-sekat status sosial dan level ekonomi. Yang ada adalah kebersamaan. Saling mendoakan keselamatan dalam ucapan salam. Semua menghadap Tuhan yang sama: Allah SWT. Saya (dan teman-teman) pernah sholat berjama'ah bersama dengan polisi (atau tentara) bersenjata, padahal di luar masjid kami adalah peserta demonstrasi dan polisi (atau tentara) tersebut bertugas menjaga atau mengawal demonstran supaya tidak melakukan anarkisme. Tidak jarang antara kami dan polisi (atau tentara) bersitegang. Tapi di masjid, suasananya beda. Tidak ada ketegangan, yang ada ketenangan. Inilah yang saya rasakan sebagai pemandangan indah.

Pemandangan indah lainnya yang juga indah adalah ibu yang menggendong bayinya dengan penuh kasih sayang. Saya pernah membaca sebuah tulisan yang di situ dikutip sebuah hadits yang menyebutkan bahwa
"Allah menciptakan rahmat menjadi seratus bagian, kemudian menetapkan 99 bagian di sisi-Nya dan menyempurnakan satu bagian inilah semua makhluk saling mengasihi, hingga seekor kuda mengangkat kaki dari anaknya karena khawatir menginjaknya." (HR. Bukhari & Muslim). Hanya dengan satu rahmatNya saja di muka bumi ini, kita bisa menyaksikan sebuah konser akbar kasih sayang (baiklah, hal itu sering tertutupi oleh kezaliman manusia). Saya melihatnya sebagai keindahan yang meneduhkan hati. Si bayi dengan wajah polos lucu tanpa dosa begitu tenang, aman, dan nyaman dalam pelukan hangat ibunda. Sesekali ibunda bercakap-cakap dengan si bayi. Atau menunjukkan wajah badutnya untuk membuat tersenyum dan tertawa si bayi. Atau mendendangkan lagu-lagu yang mampu menenangkan si bayi bila ia gelisah. Sesekali pula si bayi meraba-raba wajah sang ibunda sambil tersenyum dan tertawa. Atau ia menangis meraung-raung lalu sang ibunda menggoyang-goyangkan gendongannya atau mengipas-ngipaskan udara sejuk atau mendendangkan lagu untuk menentramkannya. Alangkah indahnya pemandangan ini. Saya sering berdoa untuk si bayi bila menjumpai pemandangan ini.

Pemandangan indah tidak mesti berada jauh dari keseharian kita. Ia hadir kapan saja. Bahkan sudah ada di situ. Barangkali mata hati kita yang belum mampu menyibak keindahan-keindahan tersebut. Semoga saya dan anda termasuk dalam golongan orang-orang yang tajam bashirah (mata hati). Amin.

Tomy Saleh. Kalibata. 13 Oktober 2008. 14:51WIB.

Tidak ada komentar: