Ocehan Asal Goblek Tentang Pemimpin

Asal goblek adalah frase Betawi yang berarti asal bicara, ceplas-ceplos, tidak pakai dipikir-pikir dulu, ucapan tanpa beban, dan pengertian-pengertian lain yang sejenis dengan itu. Ocehan asal goblek kali ini adalah ungkapan sok tahu yang berangkat dari kesebalan terhadap sikap sebahagian orang yang diberi amanah sebagai pemimpin (di manapun). Ocehan-ocehan itu termuat sebagai status di jejaring sosial facebook. Inilah dia ocehan asal goblek itu:

Kaum cerdik cendekia yang melegitimasi kebathilan, merancang kabut penutup kebenaran dan keadilan, serta menjilat telapak kaki penguasa zalim, demi keamanan, posisi 'terhormat', dan jaminan atas penguasaan secuil harta, adalah layak kita anugerahi "Bal'am Award". (29 November 2010) -note: Bal'am adalah nama ulama pendukung Fir'aun.

Menjadi ulama tidak cukup dengan sekadar well educated. Perlu juga jujur, kelincahan, kejelian, keberanian, dan ketegasan. Kalau tidak seperti itu, ulama-ulama pakar syari'ah itu sangat berpotensi menjadi bal'am. (30 November 2010)

Meminta khalayak untuk tsiqah (percaya) dan tho'at, tapi tidak menampakkan tanda-tanda kelayakan untuk di-tsiqoh-i dan di-tho'at-i adalah sebuah pembodohan, walau berbalut retorika muluk atau bertameng kebijakan tak bijak yg dipaksakan sekalipun. (2 Desember 2010)

Pejabat (eksekutif, legislatif, judikatif) yang semakin kaya setiap waktu (menumpuk kekayaan dikarenakan jabatannya itu atau dengan kata lain: KKN), sulit diharapkan memiliki frekuensi yang sama dengan rakyat. Wajar jika kebijakan atau ucapan atau tindakan mereka tidak pro kepada rakyat. Tidakconnect dengan rakyat. Mereka lebih sering keseleo lidah. (2 Desember 2010)

Wibawa dan kehormatan pemimpin, sejatinya dibangun dengan kejujuran, rendah hati, terbuka terhadap masukan, dan dekat dengan konstituen. Bukan dengan tipu-tipu, memperalat konstituen untuk kepentingan pribadi, dan sibuk melengkapi diri dengan atribut kemewahan. (3 Desember 2010)

Pemimpin yang makin lama dalam kepemimpinannya malah makin rakus harta benda, gila hormat, anti nasehat, memperluas permusuhan dan kebencian, dan semakin otoriter, adalah pemimpin yang tidak bijak. Ada benarnya juga kata-kata Imam Al Ghozali bahwa pemimpin yang berkuasa lebih dari sepuluh tahun akan cenderung sombong. Semoga kita tidak menjadi pemimpin seperti itu dan dijauhi dari dipimpin oleh orang seperti itu. (3 Desember 2010)

SANG PENCERAH adalah pemimpin yang membimbing ummat ke arah kebaikan. SANG PENCURHAT adalah pemimpin yang hobi mengeluh ke media massa. SANG PENGERUK adalah pemimpin yang mengeruk kekayaan pribadi dengan jalan memperdaya konstituennya. (3 Desember 2010) -note: Sang Pencerah adalah judul film yang mengisahkan kehidupan K.H. Ahmad Dahlan, pendiri ormas Islam Muhammadiyah.

Pemimpin seharusnya jangan cuma sibuk bangun jaringan dan visi bersama (yang itupun tak jarang cukup rawan dari interest pribadinya), tapi juga amat penting untuk membangun dan memperkokoh ikatan hati dengan rakyatnya. Ikatan hati ini jelas tidak bisa dibangun dengan uang dan tipu-tipu retorika. (4 Desember 2010)

Pemimpin tidak mungkin mengakomodir semua keinginan tapi juga jangan abaikan semua suara. (5 Desember 2010)

Yang mengerikan dari pemimpin yang pintar dan berwawasan luas tapi licik dan tidak jujur adalah kelihaian melegitimasi atau membenarkan kebiasaanya (terutama yang buruk-buruk) atau kesalahannya dengan berjuta dalil logika yang amat masuk akal massa awam dan lugu. (7 Desember 2010)

Pemimpin adalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, tapi kejujuran dan keikhlasan hati pemimpin tidak pernah salah. Semoga kita bisa jadi pemimpin yang jujur dan ikhlas. (7 Desember 2010)

Kepemimpinan yang zalim bisa langgeng tegak berdiri karena penyebab utamanya adalah massa awam dan lugu yang tidak terorganisir untuk melawan kezaliman. Mereka tidak sadar atau tidak berdaya atau apatis terhadap kezaliman pemimpin. (7 Desember 2010)

Pemimpin itu berasal dari rakyatnya. Tak elok ia bermewah-mewah jika ia berasal dari rakyat yang sederhana. Makin biadab jika ia melegitimasi kemewahannya dengan banding-bandingkan kemewahan pemimpin di negeri-negeri yang maju dan makmur padahal ia belum memajukan dan memakmurkan rakyat dan negerinya. (7 Desember 2010)

Pemimpin licik berupaya (memperdaya?) mengikat hati massa dengan uang bukan dengan berkhidmah pada mereka secara jujur dan sungguh-sungguh. Fondasi rapuh (uang) jangan harap bisa menopang bangunan kokoh (ikatan hati). (7 Desember 2010)

Pemimpin yang baik dan benar akan menyerukan hal-hal yang baik dan benar dengan cara yang baik dan benar ke konstituennya. Dia tidak sibuk berdalil logika untuk mengajak publik memaklumi pengumbaran hawa nafsunya. Misalnya: dia keranjingan mengoleksi kemewahan (padahal konstituennya kismin & madesu), maka dia buat dalil-dalil agar publik menjadi maklum bahkan mengikuti jejaknya. (8 Desember 2010) -note: kismin = miskin; madesu = masa depan suram

Keagungan pemimpin tidak dibentuk dari atributisasi dengan kemewahan atau dipagari oleh pengamanan yang tangguh (dan menyeramkan) atau dengan slogan-slogan bombastis, tapi dengan egaliterian dan kerja-kerja nyata untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama. (8 Desember 2010)

Tak jarang kita dapati sosok pemimpin yang merasa dirinya "Umar ibn Abdul Aziz", padahal fikiran, ucapan, dan tindakannya sangat "Hajjaj ibn Yusuf". (8 Desember 2010)

Pemimpin palsu itu niatnya palsu, omongannya palsu, idenya palsu, air matanya palsu, kerjaannya palsu, jargonnya palsu, marahnya palsu, senyumnya palsu, seruannya palsu, dan tawadhu'-nya palsu. (8 Desember 2010)

Pemimpin yang tidak mengakar di jiwa rakyatnya ibarat rumah berdinding gedek tanpa fondasi pula. (8 Desember 2010)

Pemimpin bijak adalah yang mampu memperkecil jumlah "musuh" dengan jalan merangkul mereka jadi kawan. Pemimpin yang tidak bijak adalah yang menambah rasa permusuhan terhadap dirinya. (8 Desember 2010)

Mahatma Gandhi adalah salah satu contoh pemimpin kontemporer yang jauh dari glamournyakemewahan, tapi ia sedemikian berwibawa, didengar, dan ditaati segenap rakyat India. Pemimpin picik justru mengira glamournya kemewahan akan meningkatkan citra wibawa dirinya dan karenanya ia mengira akan disegani, padahal rakyatnya melarat. (9 Desember 2010)

Pengikut yang jujur dan ikhlas tapi bodoh dan tidak kritis, akan mudah diperdaya oleh pemimpin yang pintar tapi culas. (9 Desember 2010)

Pemimpin yang bijak dan baik akan mencerdaskan pengikutnya. Pemimpin yang feodal dan licik akan memanfaatkan kebodohan pengikutnya. (10 Desember 2010)

Pemimpin boneka (planted leader) adalah pemimpin yang berhasil menguasai lembaga kepemimpinannya tapi gagal mengakar di hati konstituen atau rakyatnya. (10 Desember 2010)

Ada sementara pemimpin yang mencerca feodalisme, tapi ia selalu menunggu tangannya dicium, ia merindukan punggung-punggung yang membungkuk di hadapannya, dan ia harapkan setoran amplop gemuk berisi uang dari para pengikutnya (yang dari situ ia ukur kadar kualitas para pengikutnya itu). Inilah pemimpin muke gile...! (10 Desember 2010)

Pemimpin bijak senang dan membuka diri terhadap kritik konstruktif. Pemimpin zalim senang jika pengikutnya menjadi kambing congek dan terbuka terhadap semua puji-pujian, walau palsu sekalipun.(13 Desember 2010)

Jadi pemimpin itu berat juga. Di samping dia harus menjalankan visi kepemimpinannya dan nilai-nilai idealismenya, dia harus juga memperhatikan suara-suara di sekitarnya: mana-mana yang harus diserap, yang harus dijawab, dan harus diabaikan. (13 Desember 2010)

Kami tidak iri dengan hartamu, tuan. Tapi kenapa tuan bisa jadi kaya raya setelah jadi pemimpin kami? Kekayaan tuan melampaui gaji tuan sebagai pemimpin. Padahal sebelum ini kami tahu bagaimana keadaan tuan. Tuan bukanlah saudagar. Bukan pula anak atau menantu saudagar atau bangsawan kaya. Apa kini tuan juga jadi saudagar? Apa yang tuan perdagangkan? Rakyat? (15 Desember 2010)

Pemimpin bijak akan menyesuaikan diri dan tindakannya dengan peraturan atau kesepakatan bersama. Pemimpin bajingan akan menyesuaikan peraturan atau kesepakatan bersama dengan diri dan tindakannya (dengan cara mengobok-obok, mengubah-ubah, atau mengacak-acak peraturan atau kesepakatan bersama itu). (16 Desember 2010)

Pemimpin baik tidak malu akui salah jika memang salah dan lekas kembali pada kebenaran. Pemimpin 'ndableg tidak malu-malu untuk memaksakan pembenaran atas kesalahannya, kalau perlu dengan ubah peraturan. (17 Desember 2010)

Konstituen yang diikat dengan uang, loyalitasnya hanya sebatas supply uang si pemimpin ke mereka. Tak ada uang, konstituen melayang. Tapi jika diikat dengan sentuhan hati dan nilai-nilai, loyalitasnya akan mampu bertahan sampai maut datang. (20 Desember 2010)

Pada masyarakat doktrinal, pemimpin mereka (dianggap): selalu benar, tidak pernah salah, suri tauladan teragung, sabdanya tak boleh dibantah, haram dikritik, perintahnya hanya wajib dijalankantanpa dipertanyakan, selalu senior, paling tahu segala hal, paling pintar, paling jago, paling berpengalaman, dan perjuangan dan pengorbanannya paling hebat. (22 Desember 2010)

Ada orang-orang yang mengira kepemimpinan adalah kalau mereka sudah berhasil meraih posisi puncak formal dalam sebuah kumpulan. Karenanya mereka akan mengejar penuh nafsu dan mengupayakan berbagai hal (termasuk yang tricky dan politicking) untuk meraihnya. Ini sangat menyedihkan. Esensi kepemimpinan bukan soal posisi, tapi soal pengaruh. Menduduki posisi puncak tapi tidak bias bangun pengaruh ke konstituen, sama saja bohong. Pengaruh itu lebih ke hati, karena ia berangkat dari cinta dan kejujuran, sedangkan "pemimpin" yang seperti disebutkan di atas tidak memiliki cinta dan kejujuran. (28 Desember 2010)

Tomy Saleh. Kalibata. 29 Desember 2010. 08:00WIB

2 komentar:

strarrynitez mengatakan...

Ijin copas y. Ada syaratnyakah?

Tomy Saleh mengatakan...

SIlahkan copas. Jgn lupa cantumkan link-nya dan nama saya sbg penulisnya. Thx.