Memaknai Islam Kaffah: Catatan Atas Kolom Taufik Damas Di Situs JIL Berjudul “Islam Kaffah”

Di dalam situs JIL, ada sebuah kolom yang ditulis oleh Taufik Damas (TD). Judulnya “Islam Kaffah”. Tulisan itu dimuat tanggal 12 Oktober 2010 yang lalu. TD mengawali tulisan tersebut dengan menulis terjemahan Surat Al Baqarah ayat 208 sebagai berikut:

Hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam as-silmi secara utuh, dan janganlah kalian turuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagi kalian.

Kemudian pada tiga paragraf berikutnya TD menuliskan pemahaman sekelompok ummat Islam terhadap ‘Islam Kaffah’ (atau ‘Islam utuh’, tulis TD) yang menurutnya “Tidak jelas betul makna utuh yang dimaksudkan karena keutuhan itu ternyata sangat bergantung pada pemahaman tertentu tentang Islam.”. Kemudian TD “menyimpulkan” sebagai berikut, “Puncak idealisasi Islam Kaffah adalah mendirikan sebuah negara yang berasaskan Islam karena, menurut logika mereka, tanpa negara Islam tidak dapat dijalankan secara utuh.

Setelah memberikan pembukaan itu, di bawah sub judul “Kata As Silmi”, TD mulai menuliskan apa itu makna Islam Kaffah menurut pemahamannya. Kata-kata As Silmi yang terdapat dalam Surat Al Baqarah ayat 208, menurut TD, memiliki makna yang beragam. Bukan hanya satu makna, sebagaimana yang dipahami oleh sekelompok ummat Islam (seperti diuraikannya pada paragraf-paragraf awal kolomnya). TD menawarkan makna-makna As Silmi yang lain seperti kepasrahan, proses perdamaian, ketundukan, dan simbol berbagai kebajikan. Kemudian TD menyimpulkan sebagai berikut, Intinya, tidak ada konsensus (ijma’ ) ulama bahwa tafsiran kataas-silmi adalah Islam. Ia memiliki interpretasi yang beragam dan setiap muslim dapat memilih interpretasi yang lebih sejalan dengan semangat zamanAkan lebih menarik jika kata as-silmi dalam ayat di atas dipahami sebagai proses perdamaian serta ketundukan pada nilai-nilai universal yang ada dalam setiap ajaran mana pun. Setiap orang beriman diajak untuk selalu menempuh proses perdamaian dan menjalankan nilai-nilai universal dalam rangka menciptakan kehidupan yang lebih beradab dan sejahtera..

TD kemudian menuliskan ‘skenario’ yang seharusnya terjadi jika ayat 208 pada Surat Al Baqarah tersebut ditafsirkan sebagai seruan untuk menjalankan Islam Kaffah, yaitu adanya pengakuan akan keragaman kekayaan pemikiran yang pernah ada dalam (dan mewarnai) sejarah Islam. Menurut TD, Islam tidak hanya bicara fikih, hadis, tasawuf, dan aqidah, tapi juga ilmu pengetahuan, kemanusiaan, filsafat, mistisisme, dan lain-lain. TD juga menyebutkan sejumlah tokoh cendekiawan muslim dari berbagai bidang ilmu pengetahuan yang menjadi pelopor di bidangnya masing-masing. TD lalu menyimpulkan, “Berbagai gagasan dan pemikiran yang pernah mereka tuangkan dalam karya-karya mereka menunjukkan kebebasan berpikir yang jauh lebih dahsyat dari apa yang dibayangkan oleh kelompok muslim yang mengkampanyekan Islam Kaffah di zaman sekarang ini. Alih-alih mengenal kekayaan khazanah pemikiran dalam Islam, kampanye Islam Kaffah justru terjerumus pada rigiditas dan simplifikasi yang tidak menggambarkan bahwa Islam pernah berada pada masa keemasannya.”. Menurut TD, kemajuan peradaban tidak akan terwujud hanya dengan mengandalkan “iman” (dalam tanda kutip) dan jargon-jargon yang tidak berdasar, melainkan harus dicapai dengan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan.


Sebagai penutup TD mengajak kaum muslimin untuk berani memilih interpretasi (tafsir), terhadap Surat Al Baqarah ayat 208 itu, yang lebih moderen dan sesuai dengan semangat zaman serta mengajak untuk meninjau ulang jargon ‘Islam Kaffah’ karena telah terjerumus dalam rigiditas pemahaman terhadap Islam.

Memaknai Islam Kaffah

Imam As Syaukani menafsirkan ayat tersebut bahwasanya di dalam hati orang-orang ahlul kitab, munafik, dan musyrik pada hakikatnya masih tersimpan setitik saja keimanan. Melalui ayat tersebut, Allah SWT menyerukan agar semua orang yang beriman (baik itu yang sudah beriman penuh maupun yang masih sedikit keimanannya atau ragu) agar masuk Islam saja secara keseluruhan. Jangan ragu-ragu dan malu-malu.

Kata “As Silmi” bermakna kedamaian atau keselamatan. Ini adalah salah satu dari makna “Islam”. Orang beriman yang masuk ke dalam “Islam” secara totalitas, melaksanakan seluruh perintah Allah SWT dan menjauhi laranganNya, maka ia akan menemukan kedamaian di jiwanya. Ketenteraman yang hakiki di lubuk hati yang paling dalam. Orang yang imannya masih sedikit atau ragu-ragu atau masih terliputi kabut seperti para ahlul kitab, orang-orang musyrik, dan munafiq, adalah orang yang hatinya belum damai dan tenteram. Hati yang diliputi keraguan adalah hati yang belum damai. Maka Allah SWT menyerukan agar orang-orang seperti itu masuk ke dalam Islam secara total agar hatinya damai, oleh sebab rahmat dan ampunan dari Allah SWT dan juga karena ia akan mendapati bahwa ajaran Islam mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Tidak ada soal yang tak terjawab. Maka dengan inilah ia akan damai (As Silmi).

Ajaran Islam memiliki misi sebagai rahmatan lil ‘alamin, menjadi rahmat (kasih sayang) bagi alam semesta. Maka seluruh aspek ajaran Islam mengarah atau berdampak ke sana. Misalnya bisa kita lihat pada maqashid syari’ah (tujuan syari’ah) dalam Islam. Maqashid syari’ah ada lima, yaitu: memelihara keyakinan/agama, memelihara jiwa, memelihara keturunan, memelihara akal, dan memelihara harta. Di sinilah terkandung makna ‘As Silmi’.

Ada pula sebuah riwayat dari Ibnu Abi Hatim bahwasanya Ibnu Abbas menjelaskan ayat 208 surat Al Baqarah itu turun berkenaan dengan permintaan sekelompok ahli kitab (yang telah beriman) kepada Rasulullah SAW untuk memberi izin kepada mereka untuk tetap boleh memuliakan hari Sabtu (sebagaimana tradisi ahlul kitab) dan di malam hari tetap boleh beribadah sebagaimana cara Taurat. Maka Allah SWT memerintahkan agar setiap orang yang beriman agar masuk Islam secara kaffah. Menyeluruh. Totalitas. Tidak setengah-setengah. Tidak tanggung-tanggung. Mereka masih terbelah-belah keyakinannya antara beriman dan kembali kepada keyakinan semula. Hatinya tidak tenteram. Maka Allah SWT memerintahkan agar mereka masuk Islam secara total agar damai tentram jiwa mereka.

Jadi makna “As Silmi”, sejak awal turun ayat, telah dipahami sebagai “Islam” itu sendiri. Bukan sebuah kata yang maknanya hanya terhenti pada makna harfiah belaka. Dan Islam yang dipahami, bukanlah Islam yang parsial. Bukan Islam yang hanya menekankan pada aspek2 tertentu, melainkan Islam yang kaffah, total, menyeluruh, utuh. Dengan demikian gugurlah pendapat TD pada tulisannya yang mana dia menyebut bahwa makna utuh atau kaffah yang dimaksud oleh “sekelompok muslim” (yang TD pun tidak menjelaskan siapa yang dimaksud sebagai sekelompok muslim tersebut) tidaklah jelas. Padahal makna “Islam Kaffah” sudah sangat jelas. Islam kaffah adalah Islam secara keseluruhan mencakup seluruh aspek ajarannya. Ia mencakup aqidah, akhlaq, ibadah, syari’ah, fikih, pemikiran, kejiwaan, materi, pembangunan, pemerintahan, dan sebagainya. Khazanah dunia Islam tentang berbagai hal amat kaya.

TD juga menawarkan tafsiran “baru” mengenai ayat 208 tersebut: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah dalam proses perdamaian (dan menjalankan nilai-nilai universal) secara utuh... “. Makna ini tidak saja menyimpang dari makna secara harfiah, tapi juga rancu. Proses perdamaian itu seperti apa? Nilai-nilai universal itu yang seperti apa? Apakah ajaran Islam itu tidak mengajarkan dan memberikan kedamaian bagi ummat manusia? Jika dimaknai seperti itu, seolah-olah orang-orang yang beriman itu sedang berperang oleh karenanya diajak untuk masuk dalam proses perdamaian. Padahal ayat itu tidak membicarakan mengenai peperangan. Nilai-nilai universal ini juga tidak jelas apa maksudnya. Jika kita diminta menjalankan nilai-nilai universal, maka apa referensinya? Dari mana sumber nilai-nilai universal tersebut? Jika yang dimaksud dengan nilai-nilai universal adalah seperti perdamaian, kerukunan, saling hormat, saling bantu, dan berkasih sayang, maka sesungguhnya Islam sudah mencakupi hal-hal itu semua. Berdasarkan apa pula tafsiran baru tersebut?

TD menyebutkan pula bahwa jika kita memakai tafsiran baru tersebut maka “sasaran dakwah” ayat tersebut menjadi lebih luas. Ayat itu diawali dengan kalimat “Wahai orang-orang yang beriman”. Maknanya, sasaran ayat itu ditujukan kepada orang-orang yang beriman saja. Seruan di ayat tersebut kurang cocok ditujukan kepada orang-orang yang tidak atau belum beriman. Bagi yang belum beriman, seruannya adalah mengajak supaya beriman terlebih dahulu. Setelah beriman, baru diajak lagi untuk lebih totalitas. Jadi memang sasaran ayat itu spesifik.

Di bagian lain dari tulisannya itu, TD juga mengandaikan sebuah “skenario” jika pemahaman Surat Al Baqarah ayat 208 adalah ajakan untuk menjalankan Islam secara utuh (bukan makna As Silmi sebagaimana yang ditawarkan sebelumnya). TD ‘meminta’ untuk turut mengakui ragam pemikiran yang pernah ada di dunia Islam, karena Islam tidak hanya bicara fikih, aqidah, hadis, tasawuf, tapi juga bicara tentang ilmu pengetahuan, kemanusiaan dan lain-lain. Jika di awal-awal TD mengkritisi pemahaman ‘Islam Kaffah’ versi ‘sekelompok muslim’ dan menawarkan tafsir baru, maka tulisan TD yang mengandaikan skenario tersebut menjadikannya tampak inkonsisten dalam berpendapat.

Pada paragraf berikutnya, TD mengkritisi kampanye Islam Kaffah yang menurutnya terjerumus pada rigiditas dan simplifikasi yang tidak menggambarkan bahwa Islam pernah berada pada masa keemasannya. Tidak dijelaskan oleh TD seperti apa bentuk kampanye Islam Kaffah itu dan siapa pihak-pihak yang mengkampanyekannya serta bagaimana metode kampanye tersebut. Lalu bagaimana TD bisa menyimpulkan? Apakah ini cuma khayalan TD saja? Jika ya, maka kesimpulannya itu berdiri di atas sebuah dugaan atau khayalan, karena ketiadaan sumbernya. Jelas ini sebuah kesimpulan yang jauh dari nilai-nilai ilmiah dan sulit diterima oleh akal sehat.

Pada paragraf sebelum paragraf akhir, TD menyebutkan bahwa kemajuan peradaban tidak akan terwujud dengan hanya mengandalkan iman dan jargon-jargon gigantis, tapi harus dengan penguasaan ilmu pengetahuan yang tumbuh dalam suasana kebebasan dan jauh dari klaim saling menyesatkan. Ini jelas pendapat yang keliru. Di dalam Al Qur-an dan juga Al Hadits, begitu banyak seruan keimanan dan seruan untuk menjadi ‘alim (berpengetahuan). Iman dan ilmu dijadikan satu paket bagi kaum muslimin. Iman tanpa ilmu tidak bisa tegak sempurna di dunia. Ilmu tanpa iman akan menghasilkan kekeringan rohani dan berpotensi ada anarki. Peradaban kaum muslimin ditopang oleh fondasi keimanan dan eksplorasi ilmu pengetahuan yang luar biasa. Inilah peradaban yang cemerlang yang akan membawa ketenteraman dan kedamaian. Inilah Islam Kaffah itu.

Di paragraf terakhir TD mengajak kaum muslimin agar lebih berani memilih interpretasi (terhadap Surat Al Baqarah ayat 208 tersebut) yang lebih moderen dan sesuai dengan semangat zaman. Ajakan TD ini cukup rancu. Yang dimaksud moderen itu seperti apa? Ukuran modernitas yang diserukannya itu seperti apa? Apa pula yang dimaksudkannya dengan semangat zaman? Penafsiran Al Qur-an haruslah berlandaskan pada ilmu pengetahuan (tata bahasa Arab, asbabun nuzul, hadits, dan lain-lain) bukan pada praduga. Persoalan pemahaman terhadap Al Qur-an bukanlah persoalan berani memilih tafsiran, tapi pada apa yang hendak dimaksud dan dicapai oleh pesan-pesan Al Qur-an itu dengan mengacu pada pemahaman Rasulullah SAW dan generasi sahabat. Karena generasi merekalah sebaik-baik rujukan atas pemahaman terhadap Al Qur-an (maksud dan tujuan ayat). Pada generasi mereka wahyu diturunkan bertahap dan ada Rasulullah SAW yang menjelaskan makna wahyu.

Marilah kita masuk ke dalam Islam secara kaffah (totalitas, utuh, menyeluruh, tanpa ragu). Marilah kita berislam secara komprehensif agar kita mendapatkan kedamaian dan menjadi rahmat bagi alam semesta.

Wallahu a’lam bisshowab.

Tomy Saleh. Kalibata. 3 Desember 2010. 17:57WIB

Referensi:

  1. Tafsir Al Azhar Juzu’ 2, Buya Hamka, Panjimas.
  2. Tafsir Fi Zhilalil Qur-an Jilid 1, Sayyid Quthub, Gema Insani.
  3. Website www.islamlib.com.
  4. Website www.halaqah-online.com
Tulisan ini diikutkan dalam sayembara menulis "Mengkritisi Islam Liberal" yang informasinya bisa di-klik pada link : http://de.tk/ufR9e

Tidak ada komentar: