Ular Hitam Bertelur Emas: Waspadalah!

Beberapa tahun yang lalu (antara 2003 - 2005, kalau tidak salah ingat), saya diajak seorang rekan untuk menghadiri sebuah acara ceramah agama di Masjid At Taqwa, Jl. Raya Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Yang memberikan ceramah orang dari luar negeri. Saya kurang tahu dari mana. Namanya Dr. Abdul Hamid Al Ghazali. Beliau berceramah mempergunakan bahasa Arab. Beliau didampingi oleh seseorang yang bertindak selaku penterjemah ceramahnya. Salah satu isi ceramah yang masih saya ingat adalah sebuah kisah perumpaan tentang dunia. Berikut kisahnya (tentu dengan sedikit modifikasi dan mungkin dramatisasi dari saya yang tidak mengubah inti cerita):

Alkisah ada seorang saudagar kaya raya. Ia pengusaha sukses. Bisnis lancar dan mendatangkan untung besar. Harta benda berlimpah, istri cantik, dan anaknya pintar dan lucu. Kehidupan rumah tangganya juga harmonis. Pendek kata hidupnya bahagia dan sejahtera.

Namun, pada suatu pagi dia mendapat laporan dari pembantunya bahwa seekor kuda kesayangannya mati di kandangnya. Segera ia menindaklanjuti laporan tersebut dengan mengunjungi TKP. Benar. Ia dapati kuda gagah itu sudah terkapar. Terbayang kerugian yang dideritanya akibat kematian kuda yang amat mahal itu. Dia bertanya kepada pembantunya apa penyebab kematian kuda itu. Si pembantu menjawab bahwa kuda itu mati digigit ular berbisa. Ular itu masih ada di dalam kandang. Si saudagar mendekat ke mayat kudanya dan benar saja di sudut kandang ia dapat ular hitam besar. Ia memberi isyarat kepada pembantunya untuk memberinya pedang. Ia akan membunuh ular itu. Begitu ia siap untuk mengeksekusi ular tersebut, perlahan ular itu bergerak sedikit. Dari sisi ular itu terlihat benda bulat berkilauan. Ular bergerak lagi, sehingga terlihat jelas benda itu. Menyerupai telur, tapi berwarna emas. Si saudagar tertegun. Dengan hati-hati ia geser benda itu dengan pedangnya. Setelah dekat, ia pungut. Ternyata emas. Ular hitam itu bertelur emas. Ditimang-timangnya telur itu sambil menatap ke ular hitam. Pedang ia turunkan. Lalu ia berkata pada dirinya sendiri, "Setidaknya harga telur emas ini bisa menyamai bahkan melebihi harga kudaku ini. Kalau aku bunuh ular ajaib ini sekarang, boleh jadi aku kehilangan kesempatan untuk mendapatkan telur emas berikutnya. Baiklah, aku beri kesempatan hingga esok hari . Jika tidak ada telur emas esok, ia akan aku bunuh.". Akhirnya ia biarkan ular hitam itu. Bangkai kudanya segera dikubur oleh pembantunya. Untuk sementara ia meminta agar kandang dikunci, supaya ular tidak keluar.

Menjelang siang, terdengar suara jeritan anaknya dari dalam kamar. Bergegas ia menuju kamar anaknya. Kaget bukan kepalang ia dapati anaknya terkapar di lantai di sisi tempat tidurnya. Ia dekati tubuh anak kecil itu dan ia segera mendapat kepastian bahwa anaknya sudah tak bernyawa. Di lengannya terdapat luka kecil bedarah. Seperti gigitan ular. Dengan sedih bercampur marah, ia melihat ke sekeliling kamar itu mencari ular yang menggigit anaknya. Ternyata di salah satu sudut kamar terlihat ular hitam besar. Ia mengenali ular itu. Mirip ular yang tadi pagi membunuh kudanya. Ia sangat marah. Setelah menyerahkan mayat anaknya pada pembantunya, ia ambil sebilah pedang. Ia bertekad tidak akan mengampuni ular itu. Begitu ia siap mengayunkan pedangnya, ular itu bergerak perlahan. Dan, mirip seperti tadi pagi, di dekat tubuh ular itu ada telur emas. Kali ini bukan satu, tapi tiga sekaligus, dengan ukuran yang lebih besar sedikit dari yang tadi pagi. Seketika hati si saudagar goyah. Tangan yang kokoh hendak mengayunkan pedang, kini melemas. Kejadian tadi pagi terulang lagi. Ia ambil telur-telur emas itu dan ia ucapkan pula kata-kata yang tadi pagi. Untuk menghibur dirinya, ia pun berlogika, "'toh anak masih bisa aku hasilkan lagi bersama istriku. Kami masih muda dan sehat.". Tak lupa ia kunci pintu kamar itu rapat-rapat.

Sore hari, usai dari pemakaman anaknya, kembali ia mendengar jeritan. Tampaknya dari arah dapur. Kali ini suara istrinya. Dengan hati gundah, ia bergegas ke arah sumber suara. Betul saja, istrinya terkapar di lantai dapur. Mati. Lagi-lagi ia lihat ular hitam itu. Di salah satu sudut dapur. Entah apa yang merasukinya, kini yang pertama kali diambilnya bukan pedang, tapi tongkat kayu panjang. Perlahan ia geser tubuh ular itu. Persis seperti yang ia duga. Di sana tergeletak telur emas. Jumlahnya lima butir dan ukurannya lebih besar sedikit dari yang ditemukan di kamar anaknya tadi siang. Telur-telur emas yang unik dan amat berharga kini miliki. Rasanya di dunia ini tidak ada telur emas seperti yang ia miliki. Pastilah harganya amat mahal. Ia pun berlogika lagi, "Baiklah. Orang-orang yang kusayangi sudah pergi semua. Tapi tak mengapa, 'toh dengan harta kekayaanku ditambah dengan telur-telur emas yang pastinya amat mahal ini, aku bisa memulainya lagi dari awal.". Dan ia kembali berharap ular itu akan bertelur emas lagi. Maka ia biarkan ular itu di dapur. Setelah mengeluarkan mayat istrinya, ia kuci seluruh akses masuk ke dapur itu. Ia pun meletakkan istrinya di ruang tengah. Ia letih. Pemakaman istrinya akan ia urus esok hari. Pikirannya menerawang jauh ke harta dan telur-telur emasnya. Ada banyak agenda yang akan dikerjakannya dengan itu semua.

Hari sudah gelap. Ia pun bersiap untuk terlelap. Belum lama ia merebahkan badan di kasur empuk, ular hitam itu muncul lagi dari balik selimutnya. Belum sempat melakukan apapun karena terkejut, ular itu sudah menggigitnya. Ia menjerit keras. Dalam tempo semenit, ia merasakan racun ular hitam besar itu menyakiti tubuhnya. Ia menggigil hebat. Busa keluar dari mulutnya. Pandangannya menggelap. Bayang-bayang maut tampak jelas. Ia pun mati. Tak sempat ia nikmati telur-telur emas itu. Tak sempat ia kuburkan istrinya. Tak sempat ia kenang semuanya. Ia kehilangan semuanya.

Ular hitam itu adalah pengibaratan tentang dunia. Telur emas adalah pesonanya. Kita takut dengan ular berbisa itu, tapi ia selalu menghasilkan telur emas yang amat unik dan berharga. Maka kitapun menunda untuk membunuhnya. Berharap, ular itu akan terus menerus memberikan telur emas. Padahal ular itu hanya bertujuan untuk membunuh dan memakan makhluk hidup lainnya. Kita terbuai dengan telur emas. Tapi lupa akan bahaya yang mengancam. Manusia sering terbuai dengan pesona duniawi yang amat dahsyat, padahal pada hakikatnya itu semua hanya melalaikan manusia dari Rabb-Nya. Jika sudah lalai, maka kehancuranlah yang akan didapatnya. Lantas, apakah kita tidak boleh menikmati dunia. Allah SWT berfirman, "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni'matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (QS. Al Qashash ayat 77).

Semoga kita semua termasuk dalam orang-orang sebagaimana doa Umar bin Khaththab r.a., "Ya Allah jadikanlah dunia di genggaman tangan kami, bukan di hati kami."

Wallahu a'lam bisshowab.

Tomy Saleh. Kalibata. 18 Januari 2010. 10:52WIB