1. Jangan lekas menulis. Rasakan, resapkan, masukkan ke dalam dirimu daya dan tenaga puisi bahasa.
2. Bahasa punya daya estetika. Puisi wujudnya. Penyair? Dia yg tahu betapa berbahaya daya itu!
3. "kah" itu partikel penegas. Tapi, kadang dia malah terasa membuat ragu. Ia bisa memperindah, tapi kadang bikin semak. Coba rasa-rasakan!
4. Kata selalu gagal menjadi makna yang utuh dan tunggal. Puisi memanfaatkan ketaksempurnaan itu!
5. kata tak pernah punya makna utuh dan tunggal. Puisi pandai memanfaatkan ketaksempurnaan itu.
6. Puisi itu tidak menyimpulkan, ia mengajak merasa dan memikirkan. Puisi itu tidak memaksakan jawab, ia menawarkan pertanyaan.
7. Puisi itu berasal dari dirimu, tapi ia bisa saja menjadi sesuatu yang tidak tentangmu lagi. Bebaskan dia, bebaskan dirimu!
8. Puisi bukan kalimat-kalimat yang berdandan. Tapi, ia juga bukan kata yang telanjang. Ia memoles diri dengan wajar!
9. Menulis puisi harus juag menjadi upaya menyegarkan bahasa. Bahasa, itu bisa kusut, basi, tua dan mati. Puisi bisa jadi penyebab.
10. Bahasa menyediakan banyak pilihan cara ucap. Puisi memilihnya? Tidak, dia berhasrat untuk bikin cara baru!
11. Metafora, analogi, perbandingan, perumpamaan. Mereka mungkin darahnya puisi. Bikin mereka panas dan mengalir deras.
12. Aku ini binatang jalang, kata Chairil. Tak ada yg pakai itu sebelum ia "menemukan". Ini metafora yg dahsyat markosat!
13. PUISI itu seni.
14. KEINDAHAN, juga keindahan bahasa, seringkali sembunyi di balik hal-hal biasa. Dia menunggu kita membuka hati dan mata.
15. Coba sajakkan rumah, tapi di sajakmu rumah tak lagi hadir sebagai rumah!
16. Kita menyimpan "rumah" di kepala, dan serta-merta terhubung saat bertemu kata "rumah". Demi puisi, patahkan hubungan itu!
17. Berpuisi itu memuliakan bahasa. Caranya? Jika bahasamu masih ada menyediakan kata, maka pakailah! Nanti dulu kata asing itu.
18. Bahasa menyediakan pilihan kata. Gramatika memungkinkan kalimat disusun dengan banyak cara. Puisi kegirangan! Ikut?
19. Metafora yang baik adalah yang matang. Yang segar, langsung dipetik dari kebun katamu. "Aku tak mau jadi layu," kata puisimu
20. Maukah kau jadi orang yang kaya kata? Tambahlah satu kosakatamu setiap hari. Puisi akan senang sekali.
21. Diksi? Itu adalah kemahiran memilih kata, menciptakan berbagai kemungkinan pengucapan.
22. Tapi diksi omong kosong belaka jika kosakatamu tak kaya, jika kau fakir kata.
23. Menjadi Penyair itu adalah kesadaran, daya tahan, & kecintaan. Kau tak akan disebut empu dengan menempa satu keris saja!
24. Personifikasi, ketika benda-benda dimanusiakan, memanusia, bergerak, bicara, merasa. "Bahasa memungkinkan itu!" Kata Puisi.
25. Personifikasi itu daun melambai, langit murung, bumi tabah. Bayangkan alam berpikir, merasa, bertindak sepertimu.
26. Ibarat menggambar jangan asal coret. Pandang lebih lama kertas kosong itu. Rasakan tubuh pensil di tanganmu. Sabarlah dengan puisi
27. Puisi bukan kadar sekadar menyalin perasaan. Puisi itu mengalirkan. Kelak ada pembaca yang perasaannya juga hanyut di aliran itu.
28. Puisi itu mengelola perasaan, bukan mengumbarnya. Puisi itu mengolah bahasa, itu bedanya dengan bahasa yang bukan puisi.
29. Dalam puisi kau bisa jadi apa saja: langit, laut, daun, hujan. Tapi, lebih dahulu kau harus fasih jadi dirimu sendiri!
30.
31. Pada mulanya yang primer dalam bahasa itu adalah bunyi. Huruf itu sekunder, lambang bunyi. Dengan puisi kita boleh bermain bunyi.
32. Menulis itu keterampilan, bisa dimahirkan. Menulis itu gairah, harus dipertahankan. Menulis juga bakat, wajib dipertanggungjawabkan.
33. Bakat saja tanpa keterampilan? Ini seperti jagoan memancing yang cuma berdiri di tepi sungai. Tak akan ada ikan yang tertangkap!
34. Prosa, kata Kuntowijoyo, adalah strukturisasi dari tiga hal: pengalaman, imajinasi, dan nilai-nilai. Saya kira puisi juga begitu.
35. Hidup dari waktu ke waktu, adalah tabungan pengalaman, bahan terbaik untuk puisi kita.
36. Nilai-nilai adalah cara kita bersikap, berpikir, bereaksi terhadap segala peristiwa di sepanjang pengalaman kita.
37. Bagi saya, imajinasilah yang paling berperan menentukan hasil upaya kita menyusun suatu bentukan bahasa bernama PUISI itu.
38. Bagaimana mengolah pengalaman, nilai, dan imajinasi sebagai bahan puisi? Kita perlu tahu puisi itu apa dan alat-alat puitikanya.
39. Hanya puisi-puisi yang baik dan kuat yang dikenang, dan tak lekang dari ingatan orang zaman ke zaman.
40. Puisi yang baik dan kuat itu membicarakan hal biasa dengan cara beda, yang tak biasa. Ketakbiasaan itu yang mencuri tempat dalam ingatan
41. Menyusun kalimat sok puitis itu gampang. Menghadirkan suasana puisi dalam kalimat yang sederhana saja? Itu tantangan berat!
42. Puisi itu bukan sekadar alat untuk melampiaskan perasaanmu. Bukan tempat memajang emosimu agar orang lain tahu.
43. Puisi yang baik? Saya contoh saja. "Aku Ingin"-nya Sapardi Djoko Damono adalah salah satunya. Bukan hanya baik, ini sajak yang luar biasa.
44. Gagasan menyajakkan keinginan mencintai dengan sederhana itu sangat orisinil. Biasa tapi luar biasa.
45. Gagasan itu kemudian didagingkan dengan keterampilan yang memukau. dua bait, masing-masing tiga larik. Padat, hemat, dan hidup.
46. Bahan sajak ini tidak istimewa. Kayu yang terbakar. Awan jelang hujan. Imajinasilah yang bikin itu jadi amsal yang dahsyat.
47. Apa yang lebih ikhlas dari awan yang jadi tiada demi mengadakan hujan? Dan cinta diibaratkan dengan itu.
48. Berjaraklah. Ambil waktu. Bagai pasang, biarkan surut. Kau bisa tahu setinggi apa air naik dari jejaknya di batang bakau.
49. Banyak sekali sajak cinta yang tak sampai sajak dan tak sampai cinta. Seperti luka, mereka tulis darah, bukan hakikat sakitnya.
50. Puisi itu upaya mewujudkan apa yang abstrak (rasa dan pikiran), ke dalam bahasa.
51. Bahasa, di hadapan puisi, seringkali tampak tak berdaya. Tugas penyair menggairahkannya.
52. Di mata puisi, bahasa kadang terlihat miskin, penyair harus bisa membuatnya kaya.
53.
54. Di hadapan sebuah Puisi, kita menikmati sebingkai lukisan, bukan poster pengumuman.
55. Di dalam puisi kerap dibenturkan hal-hal yang berlawanan. Membikin kontras. Hasilnya? Ironi-ironi jadi makin tampak jelas!
56. Di tangan penyair, demi puisi, bahasa harus jadi benda plastis. Ia mudah dibentuk jadi sosok menarik! Mengejutkan!
57. Puisi, kata Sutardji Calzoum Bachri, menyusun imaji-imaji. Cerpen? Menyusun peristiwa-peritiwa. Ia benar. Tapi, kita boleh tak patuh! Durhakalah!
58. Judul sajak terasa seperti nama benda, orang atau seperti kata/kata-kata untuk suatu kondisi, keadaan, dan hubungannya dengan sajak jadi unik.
59. Judul sajak bisa jadi macam-macam, ia bisa menjadi tanda, pemikat, pengingat, atau merek sajak. Ia bisa jadi ide pemicu sajak itu sendiri.
60. Puisi, bagiku seperti punya efek detoks pada otak. Dengan membaca dan menulis puisi, unsur-unsur kotor dalam pikiran dijerap dan dibuang.
61. Puisi yang baik punya ruang amat lapang di balik tatakatanya. Puisi yang baik memberi kunci bagi pintu rahasia untuk masuk ke ruang itu.
62. Puisi yang baik tak terbatas lingkungan pembacanya.
63. Puisi itu adalah sebuah penataan, sebuah komposisi. Kata: maknanya, bunyinya, semua memungkinkan untuk ditata. Itulah asyiknya!
64. Dalam teks tulis, puisi bahkan bisa ditata lebih gila: tipografi. Itu ditata dengan alur larik, arus bait, ruang spasi, dan pemenggalan.
65. Menulis puisi juga semacam kerja cerdik-cendikia.
66. Bila menulis puisi semacam striptis batin, maka, membaca puisi itu seperti menonton striptis.
67. Sebagai penonton tentu kita berharap bisa menemukan utuh tubuh puisi itu. Ia mungkin mula-mula datang dengan pakaian lengkap.
68. Yang paling nikmat, tentu saat kita berdebar-debar seiring tanggalnya satu per satu pakaian si puisi menampakkan rahasianya.
69. Puisi yang tak tertelanjangi, ibarat penari berkimono tebal, hingga akhir pertunjukan tetap berkimono. Tak sedap dibaca,
70. Puisi yang baik, ia tak langsung datang telanjang. Aduh, jangan selekas itu! Pembaca yang baik menuntut ketegangan pertunjukan.
71. Puisi yang baik adalah penari yang tak terus membuka pakaian. Selalu ada lapisan baru tersibak. Tak pernah telanjang sempurna.
72. Bahasa itu tumbuh, dan hidup. Kata-kata lahir, dan juga mati, atau sekarat. Begitulah!
73.
74. KEPENGRAJINAN bisa dilatih, dan harus. Ini yg menentukan seorang bisa produktif menyair. Ah, kata dasarnya aja rajin,
75. Kepengrajinan berkaitan erat dengan kemampuan menguasai alat: perangkat puitik! Maka, kenalilah, apa gunanya, bagaimana pakainya.
76. Dengan menguasai perangkat puitik, maka satu kendala besar menulis puisi teratasi. Seperti megang pistol dengan peluru penuh rasanya.
77. Tidak semua alat harus dikerahkan saat menulis sebuah puisi. Pilih yang pas dan memungkinkan lahir puisi yang terunik dari bahan yg ada.
78. Hal kedua agar bisa produktif menulis puisi adalah senantiasa menambah penguasaan
79. Penyair haruslah ia yang menguasai kosakata lebih daripada ia yang bukan penyair. :-) Penyair bisa memberi nafas buatan pada kata yang sekarat.
80. Penyair harus menggairahkan kata yang malas, mempersolek kata kumal, memperamah kata yang angkuh! Lakukan itu, puisi akan menyerbumu!
81. Kadang banyak puisi lahir dari keterpesonaan penyair pada sebuah kata kunci saja! Perhatikan Joko Pinurbo yang menggarap kata celana, ranjang!
82. Bagaimana menghidupkan kata?
83. Coba rasakan frasa ini (saya buat secara spontan): ruang mata, lengan angan, langkah kata, mulut api, geram gurun!
84. Menyusun frasa adalah latihan menyair yang dahsyat. Dari frasa bisa lahir puisi yang hebat. Dan kau akan jadi penyair produktif.
85. Oh ya, foto dan lukisan bisa jadi inspirasi puisi. Saya banyak sajakkan lukisan Dali, Picasso, fotografer kontemporer.
86. Pernah juga tergoda ingin menyajakkan nama-nama donat di J.Co itu. Gila! Itu puitis banget! Tira Miss U, Berry Spears, hmm !
1. Gerimis mempercepat kelam.
2. Itu tadi, petikan dari sajak Chairil Anwar, Senja di Pelabuhan Kecil, ditulis 1946, dua kalimat pertama di bait kedua.
3. Sajak itu ditujukan buat Sri Ajati. Ditulis oleh seorang kepada seorang lain. Kita, pembaca, jadi pencuri dengar saja.
4. Tapi, sebagai pencuri, kita tak mendengarkan dengan sia-sia.
5. Tak ada kata yang tak biasa di petikan puisi ini,
6. "Gerimis mempercepat kelam" Kita bayangkan pilihan yg tersedia: gerimis membuat kelam; Gerimis mengelamkan langit?
7. Etos kerja mengorek kata hingga ke intinyalah yg membawa penyair pada frase dahysat itu: Gerimis mempercepat kelam!
8. Frase tadi menghadirkan imaji-gambar yang kuat sekali, juga (ini bonusnya): sebuah imaji-gerak!
9. Penyair ingin menciptakan suasana murung, maka ia tak tanggung-tanggung. Ia jejerkan kelam dan muram.
10. Dan kata "menyinggung"? Jenius! Ini membuat kalimat jadi berjiwa. Kelepak itu (sedikit saja, sesinggung saja) menyirat kelam.
11. Gambarnya begini: senja, gelap, mendung, mau hujan masih ada elang, sudah gerimis. Biasa saja '
12. Penyair menyalin alam, sambil nyelinap perasaan. Itulah cara kerja sajak liris! Cermat amati alam, teliti menyisip rasa.
1. Pantun bersajak a-b-a-b. Syair bersajak a-a-a-a. Sajak di sini berarti rima, persamaan bunyi. Itulah arti sajak pada ulanya.
2. Kata sajak dalam pengertian tadi merujuk ke rhyme dalam bahasa Inggris. Rhyme kita terjemakan sebagai rima, sinonimnya sajak.
3. Dalam bahasa Inggris kita kenal nursery rhyme, sajak kanak-kanak. Yang pada dasarnya memang bermain-main rima, atau bunyi yang jenaka.
4. Syair dan pantun tak lagi banyak ditulis, digantikan bentuk-bentuk baru: soneta, berbagai bentuk stanza, dan terutama sajak bebas.
5. Dalam sajak bebas, kelihatannya rima tak lagi jadi perhatian utama. Paling tidak ia tidak hanya diatur ada di akhir larik.
6. Kata sajak/sanjak mulai meluas maknanya, tidak lagi sebagai padanan kata rima, tapi umum dimengerti sebagai seluruh teks sajak itu sendiri.
7. Lalu apakah puisi? Puisi itu sama dengan sajak. Tapi, riwayat puisi berbeda. Sajak berasal dari dalam sajak, puisi dari luar sajak.
8. Dalam khazanah pernaskahan ada fiksi dan nonfiksi. Fiksi itu: puisi dan prosa. Jadi puisi adalah istilah yang datang dari luar tubuh puisi.
9. Puisi juga genre dalam satra. Ia dibedakan dengan berbagai bentuk prosa. Asal kata puisi bisa membuat kita mengerti apa itu puisi.
10. Kata sajak akhirnya tak lagi cukup untuk menampung pengertian genre ini, puisi lebih luas dan mampu mengambil alih.
11. Puisi tidak lagi menandai hanya bentuk, seperti sajak yang menandai bunyi, tapi sifat yang lebih abstrak.
12. "Wah, puitis sekali lukisan itu!" Kata puitis menunjukkan kehadiran sifat puisi. Kata puisi disitu tak terganti oleh sajak.
2. Citraan sungai/pelayaran, sudah dipakai oleh Hamzah Fansuri dalam Syair Perahu, maka kita temukan air, pedoman, dayung, layar, & muara.
3. Biduk, alun, gelombang, bintang, kita baca dalam sajak "Dibawa Gelombang", Sanusi Pane. Ini citraan laut!
4. Terhadap citraan yang sudah umum dipakai, kita harus memakainya dalam sajak kita dengan amat cermat! Agar tak mengulang-ulang.
5. Atau kita bisa menciptakan citraan baru. Caranya? Akrabi apa saja yang ada di sekitar kita. Rasuki dirimu. Merasuklah!
6. Selalu menulis dalam keadaan "kerasukan". Sajakmu akan tampil dengan citraan yang khas milikmu!
1. Kau harus mengalami segala peristiwa lalu melupakannya. Ketika ia datang sebagai kenangan, itulah saatnya menuliskannya jadi puisi.
2. Sebagian besar pengalaman itu tak tertampung kata, semua terjadi di ruang di mana kata tak dapat masuk.
3. Tak ada yang bisa memberi nasihat dan menolongmu. Masuklah ke dalam dirimu, temukan alasan apa yang memerintahkan kau menulis.
4. Akrabi alam, lalu dengan cara yang tak pernah dilakukan orang lain, coba katakan apa yang kau lihat, rasa, cinta dan hilang.
5. Jangan menulis sajak cinta! Hindari bentuk yang jamak itu. Perlu kekuatan penuh untuk menghasilkan sajak yang berbeda.
6. Sajakkan apa yang ditawarkan oleh hidup sehari-harimu. Uraikan dukalara dan hasratmu, pikir yang melintas di kepalamu!
7. Sabarlah, biarkan banyak hal tak terjawab dalam hatimu, cintailah pertanyaan-pertanyaan seperti ruang terkunci, atau buku asing.
8. Kita dipercaya menanggung banyak tugas. Tugas yang berat. Nyaris semua yang serius itu berat. Dan segalanya di hidup ini serius.
9. Jangan bingung terpukau dengan permukaan. Di kedalaman segala hal, tersusun keteraturan hakikat.
1. Bahasa itu adalah bunyi. Bunyi apa? Bunyi yg dihasilkan alat ucap manusia, dan disepakati maknanya.
2. Puisi adalah upaya menambahdayakan bahasa. Melipatgandakan makna. Rima adalah bonus yang bila digarap cermat bisa diraih dalam puisi.
3. Puisi tidak semata mengejar rima. Bukan itu yang pokok. Ingat itu hanya bonus (saya kutip ini dari penyair Sitok Srengenge).
4. Kenapa rima identik dengan puisi? Dulu, ketika sastra masih dilisankan, selain memang memperindah, rima adalah alat bantu mengingat.
5. Pada pantun dan syair misalnya, ciri utamanya, adalah rima. Pantun berima abab, syair a-a-a-a. Rima berarti persamaan bunyi di ujung bait.
6. Rima pada pantun dan syair itu juga bersinonim dengan sajak atau sanjak. Dari situlah, karya di luar dua bentuk formal itu disebut Sajak.
7. Sajak/puisi modern tak lagi mengandalkan rima. Tapi, bahasa puisi punya potensi untuk diperindah, dengan menatabunyi, merimakannya.
8. Bagaimana supaya tak terjebak? Ah, rima itu cuma satu dari beberapa perangkat puitik kok. Jadi? Ya, kuasai dia, cermatlah memainkannya.
9. Rima dalam puisi bebas tak lagi harus terpaku di ujung larik. Tebarlah ia di tempat-tempat yg menyeronokkan :-).
10. Rima sebagai alat puitik, berkait dengn alat lain. Untuk mendapatkannya, kita jadi harus memilih kata, memainkan diksi.
11. Pada sajak Chairil: ... di hitam matamu kembang mawar dan melati / harum rambutmu.. Perhatikan bagaimana bunyi "m" dipadatkan?
12. Sajak Sitok kuat sekali rimanya. Tak heran dia bisa baca sajak sejam tanpa teks. Selain memang daya ingat top, rima membantunya.
1. Matanya merpati di tepi aliran, dicuci dengan susu, berkurung dalam bulatan cincin (kutipan puisi Amir Hamzah)
2. Kekasihku putih merah samaran; ia membawa panji-panji di antara selaksa. (kutipan puisi Amir Hamzah)
3. Kutandai muka dan rupa, bangun dan anggunnya, kukenal seluk-bentuk tubir bibirnya. (kutipan puisi Amir Hamzah)
4. Hulunya emas sepuluh mutu, emas yang maha rapat; rambutnya ikal, hitam seperti surai gagak. (kutipan puisi Amir Hamzah)
5. Adikku, junjunganku! Engkaulah taman terpalang, sumur tertutup, mataair terkunci. (kutipan puisi Amir Hamzah)
6. Hancur badanku, lahir badanku, dari gelombang dua berimbang, akulah buih dicampakkan tepuk,.. (kutipan puisi Amir Hamzah)
7. ...akulah titik rampatan mega, suara sunyi di rimba raya - Akulah gema tiada berupa. (kutipan puisi Amir Hamzah)
8. Aduh kekasihku/ padaku semua tiada berguna/ Hanya satu kutunggu hasrat/ Merasa dikau dekat rapat... (kutipan puisi Amir Hamzah)
9. Chairil Anwar memuji Amir Hamzah. Destruktif terhadap bahasa lama, katanya.
10. Amir Hamzah tak hanya menulis puisi. Ia memikirkan arah perkembangan sastra. Ia menerjemah sajak asing untuk memperkaya persajakannya.
11. Amir Hamzah cermat mengamati perkembangan penyair sezamannya, menulis tinjauan, memetakan kepenyairan. Ia memuji, juga mengritik.
12. Amir Hamzah punya sikap terhadap bahasa.Kelak kita lihat hal yang sama ada pada penyair terbaik kita: Chairil Anwar, Sapardi Djoko Damono, Sutardji Calzoum Bachri, Goenawan Mohamad, Afrizal, dan Joko Pinurbo.
13. Chairil Anwar bertekad mengorek kata hingga ke intinya. Menggali makna. Menolak kebetulan, percaya pada eksperimen pengucapan!
14. Sapardi Djoko Damono dalam sajaknya memberdayakan kata sebagai pendukung imaji, bukan sekadar membangun pengertian.
15. Sutardji Calzoum Bachri memungkinkan kreativitas dalam sajak-sajaknya dengan membebaskan kata dari belenggu kamus, penjajahan gramatika, dan beban moral.
16. Goenawan Mohamad menyadari keterasingan penyair dan berada di atas bangunan bahasa yang runtuh. Dan dia membina bangunan sajak di atas reruntuhan itu.
17. Goenawan Mohamad juga menegaskan bahwa sajak adalah bicara dari seorang ke seorang. Bukan kepada orang banyak.
18. Afrizal yang pada awalnya susah dipahami, kemudian merumuskan sikapnya pada kata dan bahasa dengan amat baik. Konsep ruang kata!
19.
20. Puisi adalah upaya membawa keluar apa yang ada di ruang dalam kata. Rumusan yang hebat untuk memahami sajak-sajak Afrizal.
21. Kasihmu sunyi/ Menunggu seorang diri/ Lalu waktu - bukan giliranku/ Matahari - bukan kawanku.// (kutipan puisi Amir Hamzah)
22. Dalam rupa maha sempurna/ Rindu-sendu mengharu kalbu/ Ingin datang merasa sentosa/ Menyecap hidup bertentu tuju. (kutipan puisi Amir Hamzah)
23. Mega telahku sapa/ Margasatwa telahku tanya/ Maut telahku puja/ Tetapi adinda manatah dia ! (kutipan puisi Amir Hamzah)
1. SDD penyair yang konsisten menyair selama lebih 40 tahun. Sejak Duka-Mu Abadi hingga KOLAM.
2. SDD, kata Goenawan Mohamad, dengan Duka-Mu Abadi, pada momentum yang pas, menautkan kembali sajak Indonesia dengan lirik.
3. SDD bisa jadi adalah penyair yang paling luas pengaruhnya.
5. Pada dasarnya setiap karya sajak adalah eksperimen bahasa, di samping sekaligus eksperimen moral. (Sapardi Djoko Damono)
6. Penyair adalah orang yang berusaha menghayati dan memahami kehidupan ini, untuk kemudian menciptakan tanggapan dan penilaian dalam bentuk puisi.
7. Puisi bukan sekadar tiruan melainkan hasil eksperimen yang jadi alternatif bagi hidup, yang menuntut piranti ungkap yang ekperimental juga.
8. Puisi dalam proses kreatif penyair, adalah eksperimen bahasa yang bertujuan menghasilkan dunia alternatif.
9. Sajak yang buruk berusaha 'meyakinkan' pembacanya, memaksa untuk mendengar pasif, dan cenderung mencoba menyelesaikan masalah.
Tentang Mengirim Puisi Ke Media
1. Menulis puisi itu satu hal, mengirimnya ke media itu hal lain. Dimuat atau tidak? itu lebih lain lagi. Jadi? Kirimkan aja!
2. Berapa banyak puisi sekali kirim? Jangan banyak. 6-8 puisi terbaik saja. Kita harus jadi editor paling kejam bagi puisi kita.
3. Kirim puisi pakai apa? Untungnya media kita menerima naskah lewat e-mail. Murah, mudah, cepat. Misalnya, kirim ke opini@kompas.com
4. Apakah kalau dari luar negeri boleh kirim puisi? Boleh banget! Siapa bilang gak boleh!
5. Perlukah pengantar kirim puisi? Perlu, sekadar saja. Puisi kita harus sudah menjelaskan kekuatannya sendiri. Jangan lupa biodata singkat.
6. Tak ada jalan pintas agar puisimu dimuat. Kalaupun ada jangan tempuhi. Tak baik buat puisi dan kepenyairanmu. Gak seru!
7. Apa perlu mencocokkan sajak kita dgn selera redaktur? Ah, jangan! Kita tak tahu selera itu apa. Redaktur justru tak mau itu.
8. Diserbu gerompolan naskah puisi, redaktur mudah bosan. Dia ingin diberi kejutan. Kejutkanlah dengan puisimu. Dia akan bahagia.
1. Puisi adalah aktivitas paling sublim dari pikiran manusia - W. Somerset Maugham.
2. Bagi penyair, Kredo bukan pintu masuk kedatangan, tapi pintu berangkat ke perjalanan metafisis - Joseph Brodsky.
3. Puisi itu seperti striptis batin - Subagio Sastrowardoyo.
4. Puisi adalah upaya rekonstruksi yang dirundung ragu - Sitor Situmorang.
5. I begin by writing paragraphs that don’t have an immediate relation to a plot. The sound of the story comes first – Grace Paley